VIRUS DISEASE DAN SOLUSINYA

VARICELLA – ZOOSTER
  • Walaupun masih diperdebatkan, terdapat bukti bahwa infeksi vaeisella bertambah parah selama kehamilan.
  • Bahwa 4 dari 43 wanita hamil yang terinfeksi atau sekitar 10%, mengalami pneumonitis.
  • Dua dari wanita ini memerlukan ventilator dan satu meninggal.
  • Infeksi virus zooster pada ibu hamil lebih sering terjadi pada pasien yang lebih tua atau mengalami gangguan kekebalan (immunocompromised).

Pencegahan
  • Pemberian imunoglobulin varisela-zooster (VZIG) akan mencegah atau memperlemah infeksi varisella
  • \Pada orang terinfelsi diberikan dalam 96 jam dengan dosis 125 U per 10 kg, i.m.
Efek pada janin
  • Cacar air pada wanita hamil selama paruh pertama gestasi dapat menyebabkan malformasi kongenital akibat infeksi transplasenta, berupa korioretinitis, atrofi korteks serebri, hidronefrosis dan defek kulit serta tulang tungkai.
  • Resiko tertinggi terletak pada usia gestasi antara 13 dan 20 minggu.
  • Pada usia kehamilan yang lebih belakangan menyebabkan lesi varisella kongenital, dan bayi kadang-kadang mengalami herpes zooster pada usia beberapa bulan
  • Janin yang terunfeksi virus tepat sebelum dan saat persalinan ketika antibodi ibu belum terbentuk, mengalami ancaman serius,
  • Bayi akan mengalami infeksi viseral dan susunan syaraf pusat diseminata, yang sering kali mematikan.
INFLUENZA
  • Penyakit ini disebabkan oleh virus dari famili Orthomyxoviridae,
  • Meliputi influenza tipe A dan tipe B.
  • Influenza A lebih serius dari pada B.
  • Penyakit ini tidak mengancam nyawa bagi orang dewasa sehat, kecuali apabila timbul pneumonia, prognosis menjadi serius.
  • Angka kematian kasar ibu hamil sebesar 27 %, yang meningkat menjadi 50% apabila terjadi pneumonia.

Pencegahan
  • Center for Disease Control and Prevention menganjurkan vaksinasi terhadap influenza bagi semua wanita hamil setelah trimester pertama.
  • Berapa pun usia gestasi, wanita dengan penyakit medis kronik, misalnya dibetes atau jantung, divaksinasi.
  • Amantadin berespon baik dan spesifik terhadap virus-virus influenza A apabila diberikan dalam 48 jam setelah timbulnya gejala.
Efek pada janin
  • Belum ada bukti kuat bahwa virus influenza A menyebabkan malformasi kongenital atau kelainan pada bayi.
PAROTITIS ( Gondongan / Mump)
  • Parotitis adalah penyakit infeksi pada orang dewasa yang jarang dijumpai [ada anak anak
  • Disebabkan oleh paramiksovirus RNA.
  • Virus terutama menginfeksi kelenjar liur, tetapi juga dapat mengenai gonad, meningen, pankreas dan organ lain.
  • Parotitis selama kehamilan tidak lebi parah dibanding pada orang dewasa tidak hamil dan tidak terdapat bukti bahwa virus bersifat teratogenik
  • Vaksin Jeryl-Lynn (virus hidup yang dilemahkan) dan vaksin MMR kontraindikasi bagi wanit haml.

Efek pada janin
  • Tidak ada bukti kuat bahwa infeksi parotitis meningkatkan angka kematian janin maupun anomali mayor pada janin. Parotitis kongenital sangat jarang dijumpai.

RUBELLA (CAMPAK)
  • Virus tampaknya tidak bersifat teratogenik ( membawa cacat )
  • Tetapi terjadi peningkatan frekuensi abortus dan BBLR pada kehamilan dengan penyulit campak
  • Apabila seorang wanita menderita campak sesaat sebelum melahirkan , timbul resiko infeksi serius yang cukup besar pada neonatus, terutama pada bayi preterm.
  • Imunisasi pasif dapat dicapai dengan pemberian globulin serum imun 5 ml i.m dalam 3 hari setelah terpajan.
  • Vaksinasi aktif tidak diberikan selama kehamilan, tetapi wanita yang rentan secara rutin divaksinasi postpartum.

RUBELLA
  • Rubela atau campak Jerman
  • Rubella yaitu suatu penyakit yang biasanya tidak begitu penting pada keadaan tidak hamil,pernah menjadi penyebab langsung hasil-akhir kehamilan yang jelek dan bahkan lebih serius lagi, penyebab malformasi kongenital berat.
  • Hubungan antara rubela maternal dan malformasi kongenital serius, pertama-tama dikenali oleh Gregg (1942), seorang ahli oftalmologi Australia.

Pencegahan
  • Untuk memberantas penyakit infeksi ini sama sekali, pendekatan berikut dianjurkan untuk mengimunisasikan populasi dewasa, khususnya populasi wanita usia reproduktif:
  • Pendidikan bagi para petugas pelayanan kesehatan dan masyarakat luas mengenai bahaya infeksi rubella.
  • Vaksinasi bagi para ibu yang rentan sebagai bagian dari perawatan medis dan obstetrik rutin
  • Vaksinasi bagi semua wanita yang datang ke klinik keluarga berencana
  • Pengenalan dan vaksinasi bagi wanita yang belum memiliki kekebalan sesudah melahirkan bayi atau mengalami abortus
  • Vaksinasi bagi wanita yang tidak hamil dan mempunyai kerentanan yang diketahui lewat pemeriksaan serologi sebelum perkawinan
  • Jaminan imunitas bagi semua petugas rumab sakit yang dapat terpapar pasien rubela atau yang meng­alami kontak dengan ibu hamil
  • Vaksinasi rubela dianjurkan agar tidak dilakukan sesaat sebelum kehamilan atau pada saat kehamilan, mengingat vaksin tersebut merupakan virus hidup yang dilemahkan.
  • Wanita yang rentan terhadap infeksi rubela telab diimunisasi dalam waktu 3 bulan sejak pembuahan dan untungnya tidak terdapat bukti yang menunjukkan bahwa pemberian vaksin tersebut menimbulkan malformasi pada bayi atau janin.
Diagnosis
  • Diagnosis rubela kadangkala sulit ditegakkan.
  • Bukan hanya gambaran klinisnya yang serupa dengan penyakit lain, namun juga kasus-kasus subklinis dengan viremia dan infeksi pada embrio serta janin tidak tcrdapat.
  • Tidak adanya anti­ bodi terhadap rubela menunjukkan defisiensi imunitas.
  • Adanya antibodi menandakan respon imun terhadap viremia rubela, yang mungkin sudah diperoleh di suatu tempat sejak beberapa minggu atau bertahun-tahun sebelumnya.
  • Jika antibodi rubela maternal terlihat pada saat terpapar rubela atau sebelumnya, maka kekhawatiran ibu bisa diten­teramkan karena kemungkinan janin terkena infeksi tersebut sangat kecil.
  • Orang yang tidak kebal dan mendapatkan viremia akan memperlihatkan titer antibodi yang puncaknya terjadi 1 hingga 2 minggu sesudah dimulainya gejala ruam, atau 2 hingga 3 minggu sesudah onset viremia,
  • Mengingat viremia secara klinis terlihat lebih dabulu sebagai penyakit yang nyata sekitar 1 minggu sebelumnya.
  • Karena itu kece­patan respon antibodi dapat mempersulit diagnosis, kecuali bila serum sudah diantbil dahulu dalam waktu beberapa hari sesudah dimulainya gejala ruam.
  • Jika, misalnya, spesimen pertama diambil 10 hari sesudah ruam, maka de­teksi antibodi tidak akan berhasil membedakan antara kedua kemungkinan ini:
  • Bahwa penyakit yang baru saja terjadi benar-benar rubela
  • Bahwa penyakit tersebut bukan rubela, namun orang tersebut sudah kebal terhadap rubela.
  • Terlihatnya IgM yang spesifik pada ibu hamil menunjukkan suatu infeksi primer dalam waktu beberapa bulan.
  • Tes yang paling sering digunakan adalah HI (hemaglutination inhibition) tes.
  • Pada tes ini terlihat rubela antibodi menghalangi aglutinasi dari sel darah merah oleh virus rubela.
  • Pereriksaan ini membutuhkan waktu dan teknik yang kompleks sehingga digantikan dengan dengan teknik pemeriksaan yang lain.
Metode yang baru berupa
  • ELISA (enzyme linked immunoabsorbent assay)
  • PHA (passive agglutination)
  • IFA (Immunofluoresence assay)
  • RIA (radioimmunoassay), dan radial immunodiffusion tes.

Sindrom Rubella Kongenital
  • Pada rubela seperti halnya pada infeksi virus yang lain, konsep tentang bayi yang terinfeksi versus bayi yang terjangkit harus dipahami.
  • Rubela merupakan teratogen yang poten, dan 80 % dari ibu yang mendapatkan infeksi rubela serta ruam dalam usia kehamilan 12 minggu akan mempunyai janin dengan infeksi kongenital
  • Pada kehamilan minggu ke-13 hingga ke-14, insiden ini besarnya 54 persen, dan pada akhir trimester kedua 25 persen.
  • Dengan semakin tinggi usia kehamilan, semakin kecil kemungkinan bagi infeksi tersebut untuk menimbulkan kelainan kongenital.
  • Sebagai contoh, cacat rubela terlihat pada semua bayi yang terbukti menderita infeksi intrauteri sebelum usia gestasional 11 minggu, namun hanya 35 persen bayi yang terinfeksi pada usia gestasional 13 hingga 16 minggu.
  • Meskipun tidak terlihat cacat pada 63 anak yang terinfeksi setelah usia gestasional 16 minggu,
  • Namun anak-anak tersebut diikuti perkembangannya dalam waktu 2 tahun, dan extended rubella syndrome dengan panensefalitis progresif dan diabetes tipe 1 mungkin baru terlihat secara klinis setelah usia dua puluh atau tiga pulub tahun.
  • Kernungkinan sepertiga dari bayi yang asimtomatik pada saat lahir akan memperlihatkan cedera pertumbuhan tersebut
  • Sindroma rubela kongenital mencakup satu atau lebih abnormnalitas berikut:
  • Kelainan mata, termasuk katarak, glaukoma, mi­kroftalmia dan berbagai abnormalitas lainnya
  • Penyakit jantung, termasuk patent ductus arte­riosus defek septum jantung dan stenosis arteri pulmonalis
Cacat pendengaran
  • Cacat sistem saraf pusat termasuk meningoensefalitis
  • Retardasi pertumbuhan janin
  • Trombositopenia dan anemia
  • Hepatosplenomegali dan ikterus
  • Pneumonitis interstisialis difusa kronis
  • Perubahan tulang
  • Abnormalitas kromosom

SITOMEGALOVIRUS
  • Sitomegalovirus merupakan organisme yang ada di mana-­mana serta pada hakekatnya menginfeksi sebagian besar manusia,
  • Bukti adanya infeksi janin ditemukan di antara 0,5 –2 % dari semua neonatus.
  • Sesudah terjadinya infeksi primer yang biasanya asimtomatik, 10 % infeksi pada janin menimbulkan simtomatik saat kelahiran dan 5-25 % meninggalkan sekuele.
  • Pada beberapa negara infeksi CMV 1 % didapatkan infeksi in utro dan 10-15 % pada masa prenatal(5)
  • Virus tersebut menjadi laten dan terdapat reaktivasi periodik dengan pelepasan virus meskipun ada antibodi di dalam serum.
  • Antibodi humoral diproduksi, namun imunitas yang diperanta­rai oleh sel tampaknya merupakan mekanisme primer untuk terjadinya kesembuhan, dan keadaan kekebalan yang terganggu baik terjadi secara alami maupun akibat pemakaian obat-obatan akan meningkatkan kecenderungan timbulnya infeksi sitomegalovirus yang serius.
  • Diperkirakan bahwa berkurangnya surveilans imun yang diperantarai oleh sel, menyebabkan janin-bayi tersebut berada dalam risiko yang tinggi untuk terjadinya sekuele pada infeksi ini.
  • Infeksi Maternal Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kehamilan meningkatkan risiko terjadinya infeksi sitomegalovirus maternal. Infeksi kebanyakan asimptomatik, tetapi 15 % mempunyai mononucleosis like syndrome dengan gejala: demam, paringitis, limpodenopathy, dan polyartritis.
  • Jadi, infeksi primer yang ditularkan kepada janin pada sekitar 40 persen kasus, lebih sering berkaitan dengan morbiditas parah
  • Meskipun infeksi transplasental tidak universal, janin yang terinfeksi lebih besar kemungkinannya disertai dengan infcksi maternal selama paruh-pertama kehamilan.
  • Sebagaimana virus herpes lainnya, imunitas maternal terhadap sitomegalovirus tidak mencegah timbulnya rekurensi (reaktivasi) dan juga tidak mencegah terjadinya infeksi kongenital.
  • Dalam kenyataannya, mengingat sebagian besar infeksi selama kehamilan bersifat rekuren, mayoritas neonatus yang terinfeksi secara kongenital dilahirkan dari wa­nita-wanita ini.
  • Untungnya, infeksi kongenital yang terjadi akibat infeksi rekuren lebih jarang disertai dengan sekuele yang terlihat secara klinis dari pada infeksi kongenital yang disebabkan oleh infcksi primer.
  • Infeksi Kongenital Infeksi sitomegalovirus kongenital yang disebut penyakit inklusi sitomegalik, menimbulkan suatu sindrom yang mencakup berat badan lahir rendah, mikrosefalus, kalsifikasi intrakranial, korioretinitis, retardasi mental serta motorik, gangguan sensorineural, hepatosplenomegali, ikterus, anemia hemolitik dan purpura trombositopenik.
  • Angka mortalitas di antara bayi yang terinfeksi secara kongenital ini dapat mencapai 20 – 30 %, dan lebih 90 % bayi yang berhasil hidup ternyata mendcrita retardasi mental, gangguan pendengaran, gangguan perkembangan psikoniotorik, epilepsy atau pun gangguan sistern saraf pusat lainnya
Diagnosis
  • Prenatal diagnosis efek infeksi pada janin dapat deteksi dengan USG dan Magnetic Resonace Imaging dengan ditemukan mikrosephal, vetriculomegali dan serebral kalsifikasi..
  • Gold standar diagnosis infeksi CMV adalah kutur virus.
  • Diagnosis infeksi primer dibuat berdasarkan peningkatan titer IgG sebesar empat kali lipat pada serum, baik dalam keadaan akut maupun konvalesensi yang diukur sekaligus, atau dibuat dengan mendeteksi antibodi 1gM terhadap sitomegalovirus di dalam serum maternal.
  • Sayangnya, tidak satupun di antara kedua metode ini yang benar-benar akurat dalam memastikan infeksi maternal.
  • Celakanya tidak ada metode yang handal untuk memeriksa efek dari infeksi janin tersebut, termasuk pemeriksaan sonografi atau kultur cairan amnion untuk menemukan sitomegalovirus.
  • USG dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi CMV tetapi terbatas dimana janin sudah mengalami gejala yang berat
PARVOVIRUS
  • Adalah virus kecil mengandung DNA yang menginfeksi berbagai spesies binatang.
  • Parvovirus sebagai penyebab penyakit pada binatang seperti parvosirus amang dan virus panleukopenia kucing.
  • Tetapi parvovirus Big adalah satu-satunya strain yang patogenik pada manusia.
Agen Etiologi
  • Parvovirus Big adalah anggota dari genus parvovirus dalam famili parvoviridae.
  • Big dibentuk dari protein kapsid ikosahedral tanpa pembungkus yang berisi DNA helai-tunggal dengan panjang 5,5 kb.
  • Agen ini relatif tahan panas dan pelarut.
  • Parvovirus mamalia adalah spesies yang sangat spesifik yang secara antigenik berbeda dengan parvovirus mamalia yang lain, hanya ada 1 serotif yang diketahui.
  • Parvovirus memperbanyak diri dengan Proliferasi
  • Karena genomnya terbatas, parvovirus memerlukan adanya faktor sel hospes pada akhir feses untuk bereplikasi.
  • Big hanya dapat diperbanyak dalam sel erimopoetik terangsang eritropoetin berasal dari sumsum tulang manusia atau biakan hati janin primer.
Epidemiologi dan Penularan
  • 70% kasus terjadi antara anak umur 5-15 tahun yang terjadi pada musim dingin dgn musim semi.
  • Survei serologis dari berbagai negara menunjukkan 40-60% orang dewasa mempunyai bukti infeksi sebelumnya.
  • Penularan Big melalui rute pernafasan melalui penyebaran ooplet yang besar terinfeksi secara intrasel, virus terdeteksi pada sekresi pernafasan 7-11 hari sesudah inokulasi pada saat mereka mengalami viremi.
  • Virus terdeteksi pada sekresi pernafasan anak segera sebelum krisis aplastik. Masa inkubasi untuk eritems infeksiosum berkisar 4-28 hari (rata-rata 16-17 hari).
  • Kecepatan penularan dalam rumah tangga berkisar 15-30% pada kontak rentan ; ibu-ibu lebih sering terinfeksi daripada ayah.
  • Pada wabah eritems infeksiosum di sekolah dasar , angka serangan sekunder 10-60%, wabah nosokomal 30% pada pekerja perawat yang rentan.
  • Big dapat ditularkan melalui darah & produk 2x darah seperti pada anak hemosit.
PATOGENESIS dan IMUNITAS
  • Sasaran utama infeksi Big adalah deretan sel eritroid, secara spesifik prekursor eritroid dekat stadium pronormoblas.
  • Lma kelamaan sel ini, menyebabkan pengosongan progresif dan penghentian erimoesis sementara.
  • Sel eritroid dihubungkan dengan antigen eritrosit grup darah p supresi eriropoesis virus ini vitro berbanding terbalik dengan anti bodi Big serum konualesen
  • .Imunitas humoral penting dalam mengendalikan infeksi trombositopenia dan neutropenis seering teramati tetapi patogenesisnya tidak dapat dijelaskan.
  • Individu dengan keadaan hemolisis kronik & peningkatan pengantian sel darah merah adalah sangat rentantrerhadap gangguan pada eritropoesis.
  • Anak yang dengan kemoterapi leukimia dan penderita dengan AIDS ada pada resiko untuk infeksi Big kronik.
  • Infeksi pada janin dan neonetus agtak analog dengan infeksi pada hospes terganggu immun.
  • Big dihubungkan dengan hidrops janin nonimun dan lahir mati pada wanita yang mengalami infeksi primer.
  • Seperti parvovirus mamalia, Big dapat melewati plasenta dan masuk ke janin selama infeksi ibu primer.
  • Infeksi selama hamil menyebabkan persalinan normal cukup bulan.
  • Beberapa dari bayi yang tidak bergejala ini dilaporkan menderita infeksi pasca lahir Big kronik.
  • Infeksi janin menimbulkan anemis yang berat selanjutnya kegagalan jantung curah-tinggi berpengaruh langsung virus pada jaringan miokardium.
ERITEMA INFEKSIOSUM
  • Manifestasi parvovirus Big yang sering adalah eritema infeksiosum
  • ERITEMA INFEKSIOSUM adalah penyakit eksantemartosa anak, sembuh sendiri, jinak.
  • Ia adalah ke-5 dalam skema klasifikasi eksentema anak : yang lain adalah rubells, campak, demam skarlet, & penyakit filator-Dukes.
Tanda khas ERITEMA INFEKSIOSUM :
  • fase prodormal ringan & terdiri dari demam ringan, nyeri kepala & gejala – gejala infeksi saluran pernafasan atas ringan.
  • Ruam khas Eritema Infeksiosum (EI) terdiri dari stadium awal yaitu kemerah-merahan muka eritematosa seperti “pipi tertampar”.
  • Ruam menyebar cepat sampai kebadan dan tungkai proksimal pada stadium ke-2. pembersihan sentral lesi makuler.
Krisis Aplastik Sementara
  • Individu dengan keadaana hemolitik kronik dapat mengalami aplasia sel darah merah sementara sesudah kontak dengan B19. penghentian sementara eritropoenis dan retikulositopena absolut yang terpicu oleh infeksi B19 menimbulkan penurunan hemoglobin serum mendadak.
  • Sakit dengan demam, malaise, dan letargi, tanda-tanda dan gejala-gejala anemia berat seperti pucat, takikardia dan takipnea.
  • Ruam jarang ada. Anak dengan hemoglobinopati sabit dapat mengalami krisis nyeri vaso-oklusif yang bersamaan.
  • Krisis aplastik yang terangsang B19 terjadi pada penderita dengan semua jenis hemolisik kronik, termasuk penyakit sel sabit, talassemia, sferositosis heriditer, dan defisiensi piruvat kinase.
Artropati
  • Artritis dan artralgia sebagai komplikasi panyakit kelima, 60% orang dewasa dan 80% wanita dewasa melaporkan gejala-gejala sendi.
  • Gejala-gejala sendi berkisar dari artralgia difus dengan kekakuan pada pagi hari (morning stiffness) sampai artritis yang jelas.
  • Seperti pada tangan, pergelangan tangan, lutut dan pergelangan kaki.
  • Gejala-gejala sendi sembuh sendiri dan, pada sebagian besar penderita yang mempunyai perjalanan yang lama sampai beberapa bulan, memberi kesan artritis reumatoid.
Infeksi pada hospes terganggu imun
  • Infeksi kronik ditemukan pada anak ditemukan pada anak dengan kanker yang sedang mendapat kemoterapi sitotoksik, anak0anak yang dengan sindrom imunodefisiensi didapat kongenital (AIDS), dan penderita dengan defek pada perpindahan kelas IgG yang tidak mampu menghasilkan antibodi neutralisasi.
Infeksi janin
  • Mekanisme penyakit janin tampak merupakan aplasia sel darah merah akibat virus pada saat fraksi eritroid janin meluas dengan cepat. Menyebabkan anemia berat, gagal jantung, dan hidrops, DNA virus telah terdeteksi pada abortus yang terinfeksi.
Penegahan
  • Ibu hamil sebaiknya menjaga kontak terhadap binatang yang dapat menimbulkan penyakit parvovirus
  • Ibu hamil sebaiknya menjaga kebersihan dan kesehatan selama hamil agar janin yang akan dilahirkan lahir normal tidak ada kecacatan yang akan dibawa oleh janin maupun ibu.
INFEKSI SALURAN NAFAS
  • Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan sekelompok penyakit kompleks dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat mengenai setiap lokasi di sepanjang saluran nafas
  • ISPA merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya angka kematian dan angka kesakitan pada balita dan bayi di Indonesia.
  • Dalam Pelita IV penyakit tersebut mendapat prioritas tinggi dalam bidang kesehatan
  • Secara klinis ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
  • Adapun yang termasuk ISPA adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis, bronkhitis akut, brokhiolitis, dan pneumonia
  • ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang berlangsung dalam jangka waktu sampai 14 hari, dimana yang dimaksud dengan saluran pernafasan adalah organ dan hidung sampai alveoli beserta organ-organ adneksanya (misalnya sinus paranasalis, ruang telinga tengah, pleura).
  • Saluran pernafasan menurut anatominya dapat dibagi menjadi saluran pernafasan atas, yaitu mulai dari hidung sampai laring, dan saluran pernafasan bawah, mulai dari laring sampai alveoli
  • Dengan demikian, infeksi saluran pernafasan akut dapat dibagi menjadi ISPA atas dan ISPA bawah. Yang dimaksud ISPA atas ialah infeksi akut yang secara primer mempengaruhi susunan saluran pernafasan di atas laring
  • Sedangkan ISPA bawah ialah infeksi akut yang secara primer mempengaruhi saluran pernafasan bawah laring
Morbiditas dan mortalitas
  • Insiden ISPA anak di negara berkembang maupun negara yang telah maju tidak berbeda, tetapi jumlah angka kesakitan di negara berkembang lebih banyak
  • Berbagai laporan mennyatakan bahwa ISPA anak merupakan penyakit yang paling sering pada anak, mencapai kira-kira 50% dari semua penyakit balita dan 30% pada anak usia 5-12 tahun.
  • Umumnya infeksi biasanya mengenai saluran nafas bagian atas, hanya kurang dari 5% yang mengenai saluran pernafasan bawah
  • .Kejadian ISPA pada balita lebih sering terjadi di daerah perkotaan dibandingkan pada balita di daerah pedesaan.
  • Seorang anak yang tinggal di daerah perkotaan akan mengalami ISPA sebanyak 5-8 episode setahun, sedangkan bila tinggal di pedesaan sebesar 3-5 episode
  • ISPA merupakan penyakit yang utama dari layanan rawat jalan meliputi 25-40% balita yang berobat,
  • ISPA pula yang merupakan penyebab rawat inap balita di rumah sakit sekitar 30-35% dari seluruh balita yang dirawat inap.
  • Angka kematian yang tinggi karena ISPA khususnya pneumonia masih merupakan masalah di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia.
  • 12,9 juta balita meninggal dunia karena ISPA terutama pneumonia.
  • ISPA merupakan penyakit yang menyebabkan kematian nomor dua setelah diare, tetapi terjadinya perubahan proporsi kematian
Penyebab
  • Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih kecil
  • Dalam Harrison’s Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral
  • Sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh bakteri di mana Streptococcus Pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih 70-90%, sedangkan Stafilococcus Aureus dan H. Influenza sekitar 10-20%
  • Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernafasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut
  • Kebanyakan penyebab infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus dan mikoplasma, dengan pengecualian epiglotitis akut dan pnemonia dengan distribusi lobular.
  • Adapun virus-virus (agen non bakterial) yang banyak ditemukan pada ISPA bagian bawah pada bayi dan anak-anak adalah Respiratory syncytial virus (RSV), adenovirus, parainfluenza, dan virus influenza A & B.
Faktor resiko
  • Beberapa faktor mempengaruhi tingginya mortalitas dan morbiditas ISPA serta berat ringannya penyakit, faktor inilah yang dikenal sebagai faktor risiko.
  • Berbagai penelitian mengenai faktor risiko telah dilakukan baik di negara maju maupun di negara berkembang.
  • Nampaknya faktor risiko di negera industri agak berlainan dari faktor risiko di negara berkembang.
  • Beberapa faktor risiko yang telah diketahui antara lain, malnutrisi, kelahiran dengan berat badan rendah (BBLR), pemberian ASI, kepadatan hunian, sosioekonomi yang rendah, asap rokok, cuaca, pendidikan orang tua, dan lain-lain.
  • Sedangkan beberapa lainnya masih diperdebatkan, seperti peran vitamin A. Secara umum faktor risiko dapat dikelompokkan menjadi faktor diri (host) dan faktor lingkungan
  • Beberapa faktor yang telah diketahui mempengaruhi pneumonia dan kematian ISPA adalah malnutrisi, pemberian ASI kurang cukup, imunisasi tidak lengkap, defisiensi vitamin A, BBLR, umur muda, kepadatan hunian, udara dingin, jumlah kuman yang banyak di tenggorokan, terpapar polusi udara oleh asap rokok, gas beracun dan lain-lain.
Klasifikasi ISPA anak
  • Banyaknya mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut ini cukup menyulitkan dalam klasifikasi dari segi kausa, hal ini semakin nyata setelah diketahui bahwa satu organisme dapat menyebabkan beberapa gejala klinis penyakit serta adanya satu macam penyakit yang bisa disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme tersebut .
klasifikasi ISPA hanya didasarkan pada :Lokasi Anatomis

Infeksi saluran pernafasan bagian atas.


  • Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.
Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.
  • Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai dengan alveolus paru-paru.
Derajat keparahan penyakit
  • Pembagian ISPA menurut derajat keparahannya.
  • Adapun pembagiannya sebagai berikut :
ISPA ringan

Ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut :
  • Batuk
  • Pilek dengan atau tanpa demam
ISPA sedang
Meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:
  • Pernafasan cepat.
  • Umur < 1 tahun : 50 kali / menit atau lebih.
  • Umur 1-4 tahun : 40 kali / menit atau lebih.
  • Wheezing (nafas menciut-ciut).
  • Sakit/keluar cairan dari telinga.
  • Bercak kemerahan (campak).
  • Khusus untuk bayi <2 bulan hanya dikenal ISPA ringan dan ISPA berat dengan batasan frekuensinya nafasnya 60 kali / menit.
ISPA berat
Meliputi gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:
  • Penarikan sela iga ke dalam sewaktu inspirasi.
  • Kesadaran menurun.
  • Bibir / kulit pucat kebiruan.
  • Stridor (nafas ngorok) sewaktu istirahat.
  • Adanya selaput membran difteri.
ISPA berdasarkan atas umur dan tanda-tanda klinis yang didapat yaitu :
  • Untuk anak umur 2 bulan - 5 tahun.
  • Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA diklasifikasikan menjadi 3 yaitu
Pneumonia berat
Tanda utama :
  • Adanya tanda bahaya, yaitu tak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, serta gizi buruk.
  • Adanya tarikan dinding dada ke belakang. Hal ini terjadi bila paru-paru menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk menarik nafas.
Tanda-tanda lain yang mungkin ada :
  • Nafas cuping hidung
  • Suara rintihan
  • Sianosis (pucat)
Pneumonia (tidak berat)
Tanda :
  • Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
  • Disertai nafas cepat :
  • Lebih dari 50 kali / menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun.
  • Lebih dari 40 kali / menit untuk usia 1 tahun – 5 tahun.
Bukan Pneumonia
Tanda :
  • Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
  • Tak ada nafas cepat :
  • Kurang dari 50 kali / menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun.
  • Kurang dari 40 kali / menit untuk anak usia 1 tahun – 5 tahun.
Anak umur kurang dari 2 bulan
Untuk anak dalam golongan umur ini, diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
Pneumonia berat
Tanda :
  • Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, demam atau dingin.
  • Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali / menit atau lebih, atau
  • Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.
Bukan Pneumonia
Tanda :
  • Tidak ada nafas cepat.
  • Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
ISPA dibagi berdasar atas letak anatomi saluran pernafasan serta penyebabnya. Pembagian ini meliputi hal di bawah ini :
  • Infeksi saluran nafas atas akut
  • Nasofaringitis akut (commond cold)
  • Sinusiatis akut
  • Faringitis akut : faringitis streptokokus dan faringitis karena sebab lain
  • Tonsilitis akut : tonsilitis streptokokus dan tonsilitis karena sebab lain
  • Laringitis dan trakeitis akut
  • Epiglotitis dan laringitis obstruktif akut (croup)
  • Influenza dan pneumonia
  • Influenza dengan virus yang teridentifikasi
  • Influenza dengan virus tak teridentifikasi.
  • Pnemonia viral (Pnemonia karena adenovirus, Pnemonia oleh virus sinsitium saluran pernafasan, Pnemonia oleh virus parainfluenza, Pnemonia oleh virus lain)
  • Pneumonia oleh streptokokus pnemonia.
  • Pneumonia oleh karena Hemofilus influenza.
  • Pneumonia bakterial lainnya.
  • Pneumonia oleh sebab organisme lain.
  • Infeksi saluran nafas bawah akut lainnya.
  • Bronkitis akut.
  • Bronkiolitis akut
  • Infeksi saluran nafas bawah akut lain.
VARICELLA – ZOOSTER
  • Walaupun masih diperdebatkan, terdapat bukti bahwa infeksi vaeisella bertambah parah selama kehamilan.
  • Bahwa 4 dari 43 wanita hamil yang terinfeksi atau sekitar 10%, mengalami pneumonitis.
  • Dua dari wanita ini memerlukan ventilator dan satu meninggal.
  • Infeksi herpes zooster pada ibu hamil lebih sering terjadi pada pasien yang lebih tua atau mengalami gangguan kekebalan (immunocompromised).

Pencegahan
  • Pemberian imunoglobulin varisela-zooster (VZIG) akan mencegah atau memperlemah infeksi varisella
  • Pada orang terinfelsi diberikan dalam 96 jam dengan dosis 125 U per 10 kg, i.m.
Efek pada janin
  • Cacar air pada wanita hamil selama paruh pertama gestasi dapat menyebabkan malformasi kongenital akibat infeksi transplasenta, berupa korioretinitis, atrofi korteks serebri, hidronefrosis dan defek kulit serta tulang tungkai.
  • Resiko tertinggi terletak pada usia gestasi antara 13 dan 20 minggu.
  • Pada usia kehamilan yang lebih belakangan menyebabkan lesi varisella kongenital, dan bayi kadang-kadang mengalami herpes zooster pada usia beberapa bulan
  • Janin yang terunfeksi virus tepat sebelum dan saat persalinan ketika antibodi ibu belum terbentuk, mengalami ancaman serius,
  • Bayi akan mengalami infeksi viseral dan susunan syaraf pusat diseminata, yang sering kali mematikan.
INFLUENZA
  • Penyakit ini disebabkan oleh virus dari famili Orthomyxoviridae,
  • Meliputi influenza tipe A dan tipe B.
  • Influenza A lebih serius dari pada B.
  • Penyakit ini tidak mengancam nyawa bagi orang dewasa sehat, kecuali apabila timbul pneumonia, prognosis menjadi serius.
  • Angka kematian kasar ibu hamil sebesar 27 %, yang meningkat menjadi 50% apabila terjadi pneumonia.
Pencegahan
  • Vaksinasi terhadap influenza bagi semua wanita hamil setelah trimester pertama.
  • Berapa pun usia gestasi, wanita dengan penyakit medis kronik, misalnya dibetes atau jantung, divaksinasi.
  • Amantadin berespon baik dan spesifik terhadap virus-virus influenza A apabila diberikan dalam 48 jam setelah timbulnya gejala.
Efek pada janin
  • Belum ada bukti kuat bahwa virus influenza A menyebabkan malformasi kongenital atau kelainan pada bayi.
PAROTITIS ( Gondongan / Mump)
  • Parotitis adalah penyakit infeksi pada orang dewasa yang jarang dijumpai [ada anak anak
  • Disebabkan oleh paramiksovirus RNA.
  • Virus terutama menginfeksi kelenjar liur, tetapi juga dapat mengenai gonad, meningen, pankreas dan organ lain.
  • Parotitis selama kehamilan tidak lebi parah dibanding pada orang dewasa tidak hamil dan tidak terdapat bukti bahwa virus bersifat teratogenik
  • Vaksin Jeryl-Lynn (virus hidup yang dilemahkan) dan vaksin MMR kontraindikasi bagi wanit haml.
Efek pada janin
  • Tidak ada bukti kuat bahwa infeksi parotitis meningkatkan angka kematian janin maupun anomali mayor pada janin. Parotitis kongenital sangat jarang dijumpai.

RUBEOLA (CAMPAK)
  • Virus tampaknya tidak bersifat teratogenik ( membawa cacat )
  • Tetapi terjadi peningkatan frekuensi abortus dan BBLR pada kehamilan dengan penyulit campak
  • Apabila seorang wanita menderita campak sesaat sebelum melahirkan , timbul resiko infeksi serius yang cukup besar pada neonatus, terutama pada bayi preterm.
  • Imunisasi pasif dapat dicapai dengan pemberian globulin serum imun 5 ml i.m dalam 3 hari setelah terpajan.
  • Vaksinasi aktif tidak diberikan selama kehamilan, tetapi wanita yang rentan secara rutin divaksinasi postpartum.

RUBELLA
Rubela atau campak Jerman,
  • Rubella yaitu suatu penyakit yang biasanya tidak begitu penting pada keadaan tidak hamil,pernah menjadi penyebab langsung hasil-akhir kehamilan yang jelek dan bahkan lebih serius lagi, penyebab malformasi kongenital berat.
  • Hubungan antara rubela maternal dan malformasi kongenital serius, pertama-tama dikenali oleh Gregg (1942), seorang ahli oftalmologi Australia.

Pencegahan
  • Untuk memberantas penyakit infeksi ini sama sekali, pendekatan berikut dianjurkan untuk mengimunisasikan populasi dewasa, khususnya populasi wanita usia reproduktif:
  • Pendidikan bagi para petugas pelayanan kesehatan dan masyarakat luas mengenai bahaya infeksi rubella.
  • Vaksinasi bagi para ibu yang rentan sebagai bagian dari perawatan medis dan obstetrik rutin
  • Vaksinasi bagi semua wanita yang datang ke klinik keluarga berencana
  • Pengenalan dan vaksinasi bagi wanita yang belum memiliki kekebalan sesudah melahirkan bayi atau mengalami abortus
  • Vaksinasi bagi wanita yang tidak hamil dan mempunyai kerentanan yang diketahui lewat pemeriksaan serologi sebelum perkawinan
  • Jaminan imunitas bagi semua petugas rumab sakit yang dapat terpapar pasien rubela atau yang meng­alami kontak dengan ibu hamil
  • Vaksinasi rubela dianjurkan agar tidak dilakukan sesaat sebelum kehamilan atau pada saat kehamilan, mengingat vaksin tersebut merupakan virus hidup yang dilemahkan.
  • Wanita yang rentan terhadap infeksi rubela telab diimunisasi dalam waktu 3 bulan sejak pembuahan dan untungnya tidak terdapat bukti yang menunjukkan bahwa pemberian vaksin tersebut menimbulkan malformasi pada bayi atau janin.
Diagnosis
  • Diagnosis rubela kadangkala sulit ditegakkan.
  • Bukan hanya gambaran klinisnya yang serupa dengan penyakit lain, namun juga kasus-kasus subklinis dengan viremia dan infeksi pada embrio serta janin tidak tcrdapat.
  • Tidak adanya anti­ bodi terhadap rubela menunjukkan defisiensi imunitas.
  • Adanya antibodi menandakan respon imun terhadap viremia rubela, yang mungkin sudah diperoleh di suatu tempat sejak beberapa minggu atau bertahun-tahun sebelumnya.
  • Jika antibodi rubela maternal terlihat pada saat terpapar rubela atau sebelumnya, maka kekhawatiran ibu bisa diten­teramkan karena kemungkinan janin terkena infeksi tersebut sangat kecil.
  • Orang yang tidak kebal dan mendapatkan viremia akan memperlihatkan titer antibodi yang puncaknya terjadi 1 hingga 2 minggu sesudah dimulainya gejala ruam, atau 2 hingga 3 minggu sesudah onset viremia,
  • Mengingat viremia secara klinis terlihat lebih dabulu sebagai penyakit yang nyata sekitar 1 minggu sebelumnya.
  • Karena itu kece­patan respon antibodi dapat mempersulit diagnosis, kecuali bila serum sudah diantbil dahulu dalam waktu beberapa hari sesudah dimulainya gejala ruam.
Jika, misalnya, spesimen pertama diambil 10 hari sesudah ruam, maka de­teksi antibodi tidak akan berhasil membedakan antara kedua kemungkinan ini:
  1. bahwa penyakit yang baru saja terjadi benar-benar rubela
  2. bahwa penyakit tersebut bukan rubela, namun orang tersebut sudah kebal terhadap rubela.
  • Terlihatnya IgM yang spesifik pada ibu hamil menunjukkan suatu infeksi primer dalam waktu beberapa bulan.
  • Tes yang paling sering digunakan adalah HI (hemaglutination inhibition) tes.
  • Pada tes ini terlihat rubela antibodi menghalangi aglutinasi dari sel darah merah oleh virus rubela.
  • Pereriksaan ini membutuhkan waktu dan teknik yang kompleks sehingga digantikan dengan dengan teknik pemeriksaan yang lain.
Metode yang baru berupa
  1. ELISA (enzyme linked immunoabsorbent assay)
  2. PHA (passive agglutination)
  3. IFA (Immunofluoresence assay)
  4. RIA (radioimmunoassay), dan radial immunodiffusion tes.

Sindrom Rubella Kongenital
  • Pada rubela seperti halnya pada infeksi virus yang lain, konsep tentang bayi yang terinfeksi versus bayi yang terjangkit harus dipahami.
  • Rubela merupakan teratogen yang poten, dan 80 % dari ibu yang mendapatkan infeksi rubela serta ruam dalam usia kehamilan 12 minggu akan mempunyai janin dengan infeksi kongenital
  • Pada kehamilan minggu ke-13 hingga ke-14, insiden ini besarnya 54 persen, dan pada akhir trimester kedua 25 persen.
  • Dengan semakin tinggi usia kehamilan, semakin kecil kemungkinan bagi infeksi tersebut untuk menimbulkan kelainan kongenital.
  • Sebagai contoh, cacat rubela terlihat pada semua bayi yang terbukti menderita infeksi intrauteri sebelum usia gestasional 11 minggu, namun hanya 35 persen bayi yang terinfeksi pada usia gestasional 13 hingga 16 minggu.
  • Meskipun tidak terlihat cacat pada 63 anak yang terinfeksi setelah usia gestasional 16 minggu, namun anak-anak tersebut diikuti perkembangannya dalam waktu 2 tahun, dan extended rubella syndrome dengan panensefalitis progresif dan diabetes tipe 1 mungkin baru terlihat secara klinis setelah usia dua puluh atau tiga pulub tahun.
  • Kernungkinan sepertiga dari bayi yang asimtomatik pada saat lahir akan memperlihatkan cedera pertumbuhan tersebut
Sindroma rubela kongenital mencakup satu atau lebih abnormnalitas berikut:
  • Kelainan mata, termasuk katarak, glaukoma, mi­kroftalmia dan berbagai abnormalitas lainnya
  • Penyakit jantung, termasuk patent ductus arte­riosus defek septum jantung dan stenosis arteri pulmonalis
  • Cacat pendengaran
  • Cacat sistem saraf pusat termasuk meningoensefalitis
  • Retardasi pertumbuhan janin
  • Trombositopenia dan anemia
  • Hepatosplenomegali dan ikterus
  • Pneumonitis interstisialis difusa kronis
  • Perubahan tulang
  • Abnormalitas kromosom

SITOMEGALOVIRUS
  • Sitomegalovirus merupakan organisme yang ada di mana-­mana serta pada hakekatnya menginfeksi sebagian besar manusia,
  • Bukti adanya infeksi janin ditemukan di antara 0,5 –2 % dari semua neonatus.
  • Sesudah terjadinya infeksi primer yang biasanya asimtomatik, 10 % infeksi pada janin menimbulkan simtomatik saat kelahiran dan 5-25 % meninggalkan sekuele.
  • Pada beberapa negara infeksi CMV 1 % didapatkan infeksi in utro dan 10-15 % pada masa prenatal(5)
  • Virus tersebut menjadi laten dan terdapat reaktivasi periodik dengan pelepasan virus meskipun ada antibodi di dalam serum.
  • Antibodi humoral diproduksi, namun imunitas yang diperanta­rai oleh sel tampaknya merupakan mekanisme primer untuk terjadinya kesembuhan, dan keadaan kekebalan yang terganggu baik terjadi secara alami maupun akibat pemakaian obat-obatan akan meningkatkan kecenderungan timbulnya infeksi sitomegalovirus yang serius.
  • Diperkirakan bahwa berkurangnya surveilans imun yang diperantarai oleh sel, menyebabkan janin-bayi tersebut berada dalam risiko yang tinggi untuk terjadinya sekuele pada infeksi ini.
  • Infeksi Maternal Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kehamilan meningkatkan risiko terjadinya infeksi sitomegalovirus maternal. Infeksi kebanyakan asimptomatik, tetapi 15 % mempunyai mononucleosis like syndrome dengan gejala: demam, paringitis, limpodenopathy, dan polyartritis.
  • Jadi, infeksi primer yang ditularkan kepada janin pada sekitar 40 persen kasus, lebih sering berkaitan dengan morbiditas parah
  • Meskipun infeksi transplasental tidak universal, janin yang terinfeksi lebih besar kemungkinannya disertai dengan infcksi maternal selama paruh-pertama kehamilan. Sebagaimana virus herpes lainnya, imunitas maternal terhadap sitomegalovirus tidak mencegah timbulnya rekurensi (reaktivasi) dan juga tidak mencegah terjadinya infeksi kongenital.
  • Dalam kenyataannya, mengingat sebagian besar infeksi selama kehamilan bersifat rekuren, mayoritas neonatus yang terinfeksi secara kongenital dilahirkan dari wa­nita-wanita ini.
  • Untungnya, infeksi kongenital yang terjadi akibat infeksi rekuren lebih jarang disertai dengan sekuele yang terlihat secara klinis dari pada infeksi kongenital yang disebabkan oleh infcksi primer.
  • Infeksi Kongenital Infeksi sitomegalovirus kongenital yang disebut penyakit inklusi sitomegalik, menimbulkan suatu sindrom yang mencakup berat badan lahir rendah, mikrosefalus, kalsifikasi intrakranial, korioretinitis, retardasi mental serta motorik, gangguan sensorineural, hepatosplenomegali, ikterus, anemia hemolitik dan purpura trombositopenik.
  • Angka mortalitas di antara bayi yang terinfeksi secara kongenital ini dapat mencapai 20 – 30 %, dan lebih 90 % bayi yang berhasil hidup ternyata mendcrita retardasi mental, gangguan pendengaran, gangguan perkembangan psikoniotorik, epilepsy atau pun gangguan sistern saraf pusat lainnya
Diagnosis
  • Prenatal diagnosis efek infeksi pada janin dapat deteksi dengan USG dan Magnetic Resonace Imaging dengan ditemukan mikrosephal, vetriculomegali dan serebral kalsifikasi..
Gold standar diagnosis infeksi CMV adalah kutur virus.
  • Diagnosis infeksi primer dibuat berdasarkan peningkatan titer IgG sebesar empat kali lipat pada serum, baik dalam keadaan akut maupun konvalesensi yang diukur sekaligus, atau dibuat dengan mendeteksi antibodi 1gM terhadap sitomegalovirus di dalam serum maternal.
  • Sayangnya, tidak satupun di antara kedua metode ini yang benar-benar akurat dalam memastikan infeksi maternal.
  • Celakanya tidak ada metode yang handal untuk memeriksa efek dari infeksi janin tersebut, termasuk pemeriksaan sonografi atau kultur cairan amnion untuk menemukan sitomegalovirus.
  • USG dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi CMV tetapi terbatas dimana janin sudah mengalami gejala yang berat
PARVOVIRUS
  • Adalah virus kecil mengandung DNA yang menginfeksi berbagai spesies binatang.
  • Parvovirus sebagai penyebab penyakit pada binatang seperti parvosirus amang dan virus panleukopenia kucing.
  • Tetapi parvovirus Big adalah satu-satunya strain yang patogenik pada manusia.
Agen Etiologi
  • Parvovirus Big adalah anggota dari genus parvovirus dalam famili parvoviridae.
  • Big dibentuk dari protein kapsid ikosahedral tanpa pembungkus yang berisi DNA helai-tunggal dengan panjang 5,5 kb.
  • Agen ini relatif tahan panas dan pelarut.
  • Parvovirus mamalia adalah spesies yang sangat spesifik yang secara antigenik berbeda dengan parvovirus mamalia yang lain, hanya ada 1 serotif yang diketahui.
  • Parvovirus memperbanyak diri dengan Proliferasi
  • Karena genomnya terbatas, parvovirus memerlukan adanya faktor sel hospes pada akhir feses untuk bereplikasi.
  • Big hanya dapat diperbanyak dalam sel erimopoetik terangsang eritropoetin berasal dari sumsum tulang manusia atau biakan hati janin primer.
Epidemiologi dan Penularan
  • 70% kasus terjadi antara anak umur 5-15 tahun yang terjadi pada musim dingin dgn musim semi.
  • Survei serologis dari berbagai negara menunjukkan 40-60% orang dewasa mempunyai bukti infeksi sebelumnya.
  • Penularan Big melalui rute pernafasan melalui penyebaran ooplet yang besar terinfeksi secara intrasel, virus terdeteksi pada sekresi pernafasan 7-11 hari sesudah inokulasi pada saat mereka mengalami viremi.
  • Virus terdeteksi pada sekresi pernafasan anak segera sebelum krisis aplastik. Masa inkubasi untuk eritems infeksiosum berkisar 4-28 hari (rata-rata 16-17 hari).
  • Kecepatan penularan dalam rumah tangga berkisar 15-30% pada kontak rentan ; ibu-ibu lebih sering terinfeksi daripada ayah.
  • Pada wabah eritems infeksiosum di sekolah dasar , angka serangan sekunder 10-60%, wabah nosokomal 30% pada pekerja perawat yang rentan.
  • Big dapat ditularkan melalui darah & produk 2x darah seperti pada anak hemosit.
PATOGENESIS dan IMUNITAS
  • Sasaran utama infeksi Big adalah deretan sel eritroid, secara spesifik prekursor eritroid dekat stadium pronormoblas.
  • Lurus verus sel ini, menyebabkan pengosongan progresif dan penghentian erimoesis sementara.
  • Ytopisme untuk sel eritroid dihubungkan dengan antigen eritrosit grup darah p supresi eriropoesis virus ini vitro berbanding terbalik dengan anti bodi Big serum konualesen.
  • Imunitas humoral penting dalam mengendalikan infeksi trombositopenia dan neutropenis seering teramati tetapi patogenesisnya tidak dapat dijelaskan.
  • Individu dengan keadaan hemolisis kronik & peningkatan pengantian sel darah merah adalah sangat rentantrerhadap gangguan pada eritropoesis.
  • Anak yang dengan kemoterapi leukimia dan penderita dengan AIDS ada pada resiko untuk infeksi Big kronik.
  • Infeksi pada janin dan neonetus agtak analog dengan infeksi pada hospes terganggu inun.
  • Big dihubungkan dengan hidrops janin nonimun dan lahir mati pada wanita yang mengalami infeksi primer.
  • Seperti parvovirus mamalia, Big dapat melewati plasenta dan masuk ke janin selama infeksi ibu primer.
  • Infeksi selama hamil menyebabkan persalinan normal cukup bulan.
Beberapa dari bayai yang tidak bergejala ini dilaporkan menderita infeksi pasca lahir Big kronik.
  • Infeksi janin menimbulkan anemis yang berat selanjutnya kegagalan jantung curah-tinggi berpengaruh langsung virus pada jaringan miokardium.
ERITEMA INFEKSIOSUM
  • Manifestasi parvovirus Big yang sering adalah eritema infeksiosum
  • ERITEMA INFEKSIOSUM adalah penyakit eksantemartosa anak, sembuh sendiri, jinak.
  • Ia adalah ke-5 dalam skema klasifikasi eksentema anak : yang lain adalah rubells, campak, demam skarlet, & penyakit filator-Dukes.
  • Tanda khas ERITEMA INFEKSIOSUM : fase prodormal ringan & terdiri dari demam ringan, nyeri kepala & gejala – gejala infeksi saluran pernafasan atas ringan.
  • Ruam khas Eritema Infeksiosum (EI) terdiri dari stadium awal yaitu kemerah-merahan muka eritematosa seperti “pipi tertampar”.
  • Ruam menyebar cepat sampai kebadan dan tungkai proksimal pada stadium ke-2. pembersihan sentral lesi makuler.
Krisis Aplastik Sementara
  • Individu dengan keadaana hemolitik kronik dapat mengalami aplasia sel darah merah sementara sesudah kontak dengan B19. penghentian sementara eritropoenis dan retikulositopena absolut yang terpicu oleh infeksi B19 menimbulkan penurunan hemoglobin serum mendadak.
  • Sakit dengan demam, malaise, dan letargi, tanda-tanda dan gejala-gejala anemia berat seperti pucat, takikardia dan takipnea.
  • Ruam jarang ada. Anak dengan hemoglobinopati sabit dapat mengalami krisis nyeri vaso-oklusif yang bersamaan.
  • Krisis aplastik yang terangsang B19 terjadi pada penderita dengan semua jenis hemolisik kronik, termasuk penyakit sel sabit, talassemia, sferositosis heriditer, dan defisiensi piruvat kinase.
Artropati
  • Artritis dan artralgia sebagai komplikasi panyakit kelima, 60% orang dewasa dan 80% wanita dewasa melaporkan gejala-gejala sendi.
  • Gejala-gejala sendi berkisar dari artralgia difus dengan kekakuan pada pagi hari (morning stiffness) sampai artritis yang jelas.
  • Seperti pada tangan, pergelangan tangan, lutut dan pergelangan kaki.
Gejala-gejala sendi sembuh sendiri dan, pada sebagian besar penderita yang mempunyai perjalanan yang lama sampai beberapa bulan, memberi kesan artritis reumatoid.
  • Infeksi pada hospes terganggu imun
  • Infeksi kronik ditemukan pada anak ditemukan pada anak dengan kanker yang sedang mendapat kemoterapi sitotoksik, anak0anak yang dengan sindrom imunodefisiensi didapat kongenital (AIDS), dan penderita dengan defek pada perpindahan kelas IgG yang tidak mampu menghasilkan antibodi neutralisasi.
Infeksi janin
  • Mekanisme penyakit janin tampak merupakan aplasia sel darah merah akibat virus pada saat fraksi eritroid janin meluas dengan cepat. Menyebabkan anemia berat, gagal jantung, dan hidrops, DNA virus telah terdeteksi pada abortus yang terinfeksi.
Penegahan
  • Ibu hamil sebaiknya menjaga kontak terhadap binatang yang dapat menimbulkan penyakit parvovirus
  • Ibu hamil sebaiknya menjaga kebersihan dan kesehatan selama hamil agar janin yang akan dilahirkan lahir normal tidak ada kecacatan yang akan dibawa oleh janin maupun ibu.