Advertisiment dan Peraturan Periklanan Indonesia


Advertisiment (Iklan) adalah faktor kunci dalam pemasaran. Dengan hanya menempatkan produk di pasar tidak menjamin pelanggan membelinya. Produsen / perusahaan tentu harus membuat iklan agar produk dikenali dan akrab bagi pembeli  dan agar produk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Produsen / perusahaan harus memastikan bahwa harga yang dibayar adalah pantas untuk fitur-fitur yang mereka dapatkan dari produk yang mereka beli.
Namun, faktanya kehadiran Periklanan di Indonesia contoh di TV:  banyak dari kita yang sering merasa kesal menonton acara TV bukan saja karena acaranya tidak bagus tetapi juga karena iklannya yang berlimpah. Sering terjadi, saat asyik-asyiknya menonton, keasyikan kita terganggu karena iklan muncul. Dan yang tambah mengesalkan, jeda iklan itu cukup panjang.
Kalangan iklan dan produsen sendiri tentu tidak terlalu gembira dengan kondisi ini. Padatnya iklan di TV ini menimbulkan efek bumerang. Betul bahwa iklan ini menghidupi stasiun TV, tetapi ternyata ada pola menonton orang yang menunjukkan tanda-tanda negatif bagi pengiklan dan produsen, tentu hal ini juga harus deparhatikan mengingat sumber kesuksesan iklan tergantung dari penonton.
Pesan berdasarkan kode etik periklanan, iklan seharusnya bersifat mendidik dan memberikan penawaran yang baik terhadap masyarakat. Saat ini banyak iklan yang cenderung melewati batas dan tidak tepat sasaran, seperti halnya iklan yang seharusnya untuk orang dewasa dapat dengan mudah ditemukan di berbagai jam tayang. jadi waspadalah jika anda sekalian mempunyai anak kecil karena mereka butuh perhatian saudara.
Namun, jangka waktu periklanan di TV juga ada batasannya, yakni penayangan dibawah jam 9 malam dikhususkan untuk anak-anak, sedangkan diatas jam 9 malam khusus untuk orang dewasa yang dimaksudkan bahwa anak-anak sudah tidur pada jam tersebut. Ada pula contoh iklan khusus untuk orang dewasa yang tayang di atas jam 9 malam, maaf misalnya “sutera” (kondom) dan iklan semacamnya yang digunakan oleh orang dewasa. Walaupun demikian, hal ini tentu perlu diwaspadai mengingat pola tidur anak jaman sekarang.
Manfaat vs dampak sebagai konsumen iklan tv, kita tentu memiliki beberapa pengalaman baik dalam keluarga maupun lingkungan sekitar rumah tentang perilaku/kejadian-kejadian yang diakibatkan oleh iklan tv. Baik akibat positif/negatif. misal anak jadi sering jajan dan lain sebagainya, karena iklan-iklan yang ada cukup efektif “mempengaruhi” dan membentuk pola beli masyarakat. Dari uraian diatas, terkesan per UU periklanan di Indonesia masih kacau, tidak seketat di Barat.
Di samping itu,  yang sangat perlu dan penting buat kita perhatikan adalah kualitas iklan tersebut, pesan yang disampaikan dan bagaimana dampak yang ditimbulkan, sebab masyarakat kita sudah banyak yang menjadi korban iklan, terutama anak-anak.
Di samping lewat pertelevisian, maupun media cetak, sejak awal tahun 1990an, masyarakat indonesia juga telah memulai media baru, yakni internet. Tetapi meski demikian, hingga mendekati tahun 2010an, penetrasi beriklan di internet masih belum kuat di Indonesia, para pemasang iklan masih terbatas pada pengusaha di bidang internet seperti toko online, usaha hosting, game online, software developer dan affiliate marketing.
Jika kita memperhatikan, sebenarnya insan marketing di Indonesia telah mulai melirik internet sebagai salah satu cara beriklan. Namun, cara beriklan yang digunakan masih terfokus pada tiga cara yakni :
1. Berpindah dari trend offline ke online, yakni memfokuskan pada media.
2. Beriklan di facebook atau social network semacamnya.
3. Beriklan di google adsense / google adwords yang mayoritas ditujukan untuk segmen pasar internet Indonesia yang kurang menguasai bahasa Inggris.
Namun, mengingat perkembangan teknologi, tidak menutup kemungkinan internet menjadi sasaran “pusat periklanan” yang berkembang di pasaran, mengingat iklannya memungkinkan 24 jam, tidak ada batasan waktu dan pangsa pasar pelanggan yang semakin hari semakin banyak menggunakan internet.
Oleh sebab itu, tentu harus ada perundangan yang mengatur  periklanan, agar iklan yang disampaikan dapat berkualitas, bersifat mendidik dan memberikan penawaran yang baik terhadap masyarakat, serta pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.
Kerasnya persaingan dunia iklan menyebabkan keberuntungan bagi media cetak dan televisi. Client untuk sebuah iklan pasti kan meminta harga yang murah namun dengan hasil yang memuaskan. Ada juga client yang pengen sekedar jadi asal bisa nongol di media. Tak heran jika banyak perusahaan iklan yang mengutamakan kualitas pasang muka cemberut.
Dunia periklanan memang terbilang baru di Indonesia. Namun begitu, banyak juga perusahaan lokal yang tidak percaya dengan karya iklan anak bangsa. Padahal jika mereka tahu tentu mereka kan gigit jari karena harus mengeluarkan biaya yang tak sedikit kepada agency periklanan di luar Indonesia.
Beberapa perusahaan lokal yang bergerak di bidang periklanan harus dengan birokrasi rumit agar bisa menjadi anggota Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI). Padahal semua perusahaan yang bergerak di bidang periklanan wajib menjadi anggota PPPI. Kalau ada perusahaan periklanan yang tidak belum menjadi anggota PPPI dianggap liar dan tak layak untuk memproduksi iklan. Sementara banyak perusahaan lokal di Indonesia yang hanya percaya terhadap perusahaan iklan yang mengantongi ijazah PPPI.
Bagi kebanyakan masyarakat yang terlanjur membuat perusahaan di bidang periklanan sementara waktu harus gigit jari. Menunggu dan berharap bisa megantongi ijazah PPPI dalam waktu yang tak bisa ditentukan.
Bisnis periklanan sangat prospek. Apalagi jika nanti diberlakukan pasar bebas, tentu akan semakin banyak perusahaan yang masuk ke Indonesia

Peraturan Periklanan Indonesia

A. TATA KRAMA

1. Isi Iklan

1.1 Hak Cipta
Penggunaan, penyebaran, penggandaan, penyiaran atau pemanfaatan lain materi atau bagian dari materi periklanan yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah. (Lihat juga Penjelasan).

1.2 Bahasa
1.2.1 Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut.
1.2.2 Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti "paling", "nomor satu", "top", atau kata-kata berawalan "ter", dan atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
1.2.3 Penggunaan kata-kata tertentu harus memenuhi ketentuan berikut:
a. Penggunaan kata "100%", "murni", "asli" untuk menyatakan sesuatu kandungan, kadar, bobot, tingkat mutu, dan sebagainya, harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
b. Penggunaan kata "halal" dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
c. Pada prinsipnya kata halal tidak untuk diiklankan. Penggunaan kata "halal" dalam iklan pangan hanya dapat ditampilkan berupa label pangan yang mencantumkan logo halal untuk produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia atau lembaga yang berwenang.
d. Kata-kata "presiden", "raja", "ratu" dan sejenisnya tidak boleh digunakan dalam kaitan atau konotasi yang negatif.

1.3 Tanda Asteris (*)
1.3.1 Tanda asteris pada iklan di media cetak tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk.
1.3.2 Tanda asteris pada iklan di media cetak hanya boleh digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut.

1.4 Penggunaan Kata "Satu-satunya"
Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata "satu-satunya" atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.

1.5 Pemakaian Kata "Gratis"
Kata "gratis" atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas.

1.6 Pencantum Harga
Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.

1.7 Garansi
Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggung- jawabkan.

1.8 Janji Pengembalian Uang (warranty)
Jika suatu iklan menjanjikan pengembalian uang ganti rugi atas pembelian suatu produk yang ternyata mengecewakan konsumen, maka:
1.8.1. Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara lain jenis kerusakan atau kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang.
1.8.2. Pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.

1.9 Rasa Takut dan Takhayul
Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.

1.10 Kekerasan
Iklan tidak boleh - langsung maupun tidak langsung - menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.

1.11 Keselamatan
Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan.