YANG PENTING SEMANGAT

YOGYAKARTA – Suyatno (63) memarkir becaknya di belakang Grha Sabha Pramana. Setelah itu dia mengembok becaknya dengan sebuah rantai. Tidak lama kemudian dia mengambil sebuah bungkusan plastik warna hijau yang tersimpan dibelakang kursi sandaran becaknya. Dia bergegas mencari sudut gedung, membuka isi tas plastik itu. Sebuah baju batik warna coklat yang terlipat rapi. “Sebelum pakai batik, saya lap dulu keringat saya, banyak sekali,” kata Suyatno sebelum naik ke lantai dua tempat berlangsung sebuah acara.

Suyatno datang ke kampus UGM dalam rangka menghadiri undangan pertemuan orang tua mahasiswa baru, Kamis (8/9). Ia datang bukan sebagai orang tua mahasiswa baru, namun sebagai undangan khusus. Orang tua yang dinilai berhasil menguliahkan anaknya hingga lulus jadi dokter di Fakultas Kedokteran UGM.

Pria yang sehari-hari menetap di Terban, Kota Yogyakarta ini memiliki empat orang anak. Namun hanya anaknya yang paling bungsu, Agung Bhaktiyar, satu-satunya bisa mengenyam bangku kuliah. Bahkan sudah dilantik jadi dokter pertengahan 2011 lalu.

Suyatno bercerita, bila sang anak tidak pernah memberitahu jika dirinya sudah mendaftar tes masuk UGM tahun 2005. Setelah dinyatakan lulus, barulah ia diberitahu. Saat itu, Suyatno sempat kaget dan terdiam. Tidak menyangka jika anaknya bisa lulus FK UGM. Dia hanya mengiyakan akan mendukung keinginan anaknya tersebut. Meski sebenarnya, Suyatno sendiri masih ragu apakah ia mampu mengulihakan anaknya sampai selesai. Keraguan itu tidak ia utarakan. “Bapak akan berusaha, sampai kamu bisa selesai kuliah, Nak,” ujarnya kala itu membesarkan hati sang anak.

Agung pun mafhum dengan kondisi kelurganya. Ia pun tidak pernah memaksa orang tuanya untuk memenuhi keinginannya. Karena sejak kecil Suyatno sudah membiasakan anak-naknya untuk hidup sederhana. Bahkan untuk beli baju seragam dan sepatu sekolah, Suyatno selalu membelikan yang serba bekas. Suyatno juga tidak bisa berbuat banyak. Dari uang menarik becak, Suyatno hanya bisa membawa pulang uang sebesar Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu per hari. Istrinya, Saniyem, membantunya menopang ekonomi keluarga dengan bekerja sebagai pengumpul barang rongsokan di pasar Terban. Kendati demikian, Suyatno dan Saniyem selalu tetap optimis dan berdoa agar suatu saat anaknya bisa mendapatkan nasib yang lebih baik. “Dulu saya berangan-angan, paling tidak bisa melebihi saya,” kata pria yang hanya tamatan pendidikan Sekolah Rakyat ini.

Dalam perjalanannya, Suyatno tidak merisaukan biaya kuliah yang harus ditanggungnya selama 6 tahun di FK UGM. Karena Agung mendapat bantuan beasiswa dari UGM. “Tapi kalo untuk fotokopi dan uang saku dia tetap minta ke saya. Kalo tidak ada, tetap apa adanya,” ujarnya.

Pengalaman Suyatno dalam menguliahkan anaknya hingga lulus jadi dokter ini disampaikan dihadapan 3.717 orang tua mahasiswa baru yang hadir di Graha Sabha Pramana. Kisahnya, membuat beberapa orang tua jadi terharu. Namun tidak sedikit juga yang merasa tergugah. Yang jelas, testimoni yang disampaikan Suyatno, membuktikan bahwa anak penarik becak pun ternyata bisa menguliahkan anaknya di UGM. Jadi dokter, lagi! (Humas UGM/Gusti Grehenson)


note : jangan loyo , dengan lebih gagah setidaknya harus diikuti jejak agung yang cerdas dan sederhana ............ternyata bisa juga kalau kita niat dan cerdas ( baca blog ini nggak usah kemana mana ) pasti bisa dah hahaha