GENETIKA

Pada tahun 1868 seorang mahasiswa kedokteran di Swedia, J.F. Miescher, menemukan suatu zat kimia bersifat asam yang banyak mengandung nitrogen dan fosfor. Zat ini diisolasi dari nukleus sel nanah manusia dan kemudian dikenal dengan nama nuklein atau asam nukleat. Meskipun ternyata asam nukleat selalu dapat diisolasi dari nukleus berbagai macam sel, waktu itu fungsinya sama sekali belum diketahui.
Dari hasil analisis kimia yang dilakukan sekitar empat puluh tahun kemudian ditemukan bahwa asam nukleat ada dua macam, yaitu asam deoksiribonukleat ataudeoxyribonucleic acid (DNA) dan asam ribonukleat atau ribonucleic acid (RNA).  Pada tahun 1924 studi mikroskopis menunjukkan bahwa DNA terdapat di dalam kromosom, yang waktu itu telah diketahui sebagai organel pembawa gen (materi genetik). Akan tetapi, selain DNA di dalam kromosom juga terdapat protein sehingga muncul perbedaan pendapat mengenai hakekat materi genetik, DNA atau protein.
Dugaan DNA sebagai materi genetik secara tidak langsung sebenarnya dapat dibuktikan dari kenyataan bahwa hampir semua sel somatis pada spesies tertentu mempunyai kandungan DNA yang selalu tetap, sedangkan kandungan RNA dan proteinnya berbeda-beda antara satu sel dan sel yang lain. Di samping itu, nukleus hasil meiosis baik pada tumbuhan maupun hewan mempunyai kandungan DNA separuh kandungan DNA di dalam nukleus sel somatisnya.
Meskipun demikian, dalam  kurun waktu yang cukup lama fakta semacam itu tidak cukup kuat untuk meyakinkan bahwa DNA adalah materi genetik. Hal ini terutama karena dari hasil analisis kimia secara kasar terlihat kurangnya variasi kimia pada molekul DNA. Di sisi lain, protein dengan variasi kimia yang tinggi sangat memenuhi syarat sebagai materi genetik. Oleh karena itu, selama bertahun-tahun protein lebih diyakini sebagai materi genetik, sementara DNA hanya merupakan kerangka struktur kromosom. Namun, pada pertengahan tahun 1940-an terbukti bahwa justru DNA-lah yang merupakan materi genetik pada sebagian besar organisme.
2.2 DNA Sebagai Materi Genetik
            Saat ini orang mengetahui bahwa gen merupakan seberkas fragmen dari DNA yang dapat diekspresikan sesuai dengan keperluan. DNA (bahasa Inggris: deoxyribonucleic acid): adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun berat kering setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya terletak di dalam inti sel.
Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik; artinya, DNA menyimpan cetak biru bagi segala aktivitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap organisme. Di antara perkecualian yang menonjol adalah beberapa jenis virus (dan virus tidak termasuk organisme) seperti HIV (Human Immunodeficiency Virus).
DNA merupakan polimer yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu gugus fosfat, gula deoksiribosa, dan basa nitrogen. Sebuah unit monomer DNA yang terdiri dari ketiga komponen tersebut dinamakan nukleotida, sehingga DNA tergolong sebagai polinukleotida.
DNA terdiri dari gula deoksiribosa, basa nitrogen dan fosfat.  Basa nitrogen terdiri dari purin  (adenine dan guanin) dan pirimidin (sitosin dan timin). Bertindak sebagai tulang punggung rantai DNA adalah gula dan fosfat.  Struktur DNA adalah double heliks dengan gula-fosfat berada di luar.  Dua buah pilinan dihubungkan dengan ikatan hidrogen antara basa-basa DNA.  Basa adenine (A) berpasangan dengan timin (T) dengan dua ikatan hidrogen, sedangkan basa sitosin (C) berpasangan dengan basa guanine (G) melalui tiga ikatan hidrogen.
2.3 Dogma genetik
Konsep dasar menurunnya sifat secara molekuler adalah merupakan aliran informasi dari DNA ke RNA ke urutan asam amino.  Konsep dasar ini disebut sebagai dogma genetik.  Pada dogma genetik juga tercermin cara mempertahankan ciri khas supaya tetap sama melalui proses replikasi.   
Dogma genetik ini bersifat universal yang berlaku baik bagi prokariot maupun eukariot.
2.4 Replikasi DNA
Sintesis perbanyakan bahan genetik seperti DNA, dilakukan melalui proses yang disebut replikasi. Replikasi dapat dikatakan merupakan reaksi kimia yang mencirikan proses kehidupan. Melalui suatu replikasi, senyawa kimia dapat membentuk dirinya untuk menghasilkan senyawa baru yang mirip dengan dirinya. Replikasi hanya terjadi pada asam nukleat, DNA atau RNA. Molekul asam nukleat yang mampu bereplikasi disebut replikon. Tidak ditemukan senyawa lain yang sintesisnya dilakukan melalui replikasi.
            Pada sel, replikasi DNA terjadi sebelum pembelahan sel. Prokariota terus-menerus melakukan replikasi DNA. Pada eukariota, waktu terjadinya replikasi DNA sangatlah teratur, yaitu pada fase S daur sel, sebelum mitosis atau meiosis I. Penggandaan tersebut memanfaatkan enzim DNA polimerase yang membantu pembentukan ikatan antara nukleotida-nukleotida penyusun polimer DNA. Proses replikasi DNA dapat pula dilakukan in vitro dalam proses yang disebut reaksi berantai polimerase (PCR). Dengan demikian, setiap sel yang melakukan mitosis akan dihasilkan 2 sel anak yang memilki DNA lengkap sama persis dengan yang dimiliki induknya.
Sebelum sel membelah, DNA harus direplikasi dalam fase S dari siklus sel.  Proses replikasi melibatkan enzim polymerase.  Proses ini melibatkan pembukaan utas ganda DNA, sehingga memungkinkan terjadinya perpasangan basa untuk membentuk utas baru.  Pembentukan utas komplementer terjadi melalui perpasangan basa antara A dengan T dan G dengan C.   Dalam replikasi DNA, setiap utas DNA lama berperan sebagai cetakan untuk membentuk DNA baru.
Model DNA Watson dan Crick menyatakan bahwa saat double heliks bereplikasi, masing-masing dari kedua molekul anak akan mempunyai satu untai lama yang erasal dari satu molekul induk dan satu untai yang baru.  Model replikasi ini disebut model semikonservatif.
Model lainnya adalah model konservatif dimana molekul induk tetap dan molekul baru disintesis sejak awal.  Model ketiga disebut model dispersif yaitu bahwa keempat untai DNA, setelah replikasi double heliks, mempunyai campuran anatara DNA baru dan DNA lama.
Pengujian yang dilakukan oleh Meselson dan Stahl menunjukkan bahwa replikasi DNA terjadi secara semikonservatif.
Gambar : Replikasi DNA
Daerah penggandaan bergerak sepanjang DNA induk membentuk replication fork.  Pada daerah ini, kedua utas DNA yang baru, disintesis dengan bantuan sekelompok enzim, salah satunya adalah DNA polimerase.  Sintesis DNA tidaklah berjalan secara kontinu pada kedua utas cetakan.  Hal ini karena kedua utas DNA tersusun sejajar berlawanan arah atau antiparalel.  Maka utas DNA baru akan tumbuh dari 5′ – 3′ sedang yang lainnya dari 3′ – 5′ pada cetakan.  Sintesis dari 3′ – 5′ tidak mungkin dilakukan karena tidak ada DNA polymerase untuk arah 3′ – 5′.
Replikasi DNA pada cetakan 3′ – 5′ terjadi seutas demi seutas dengan arah 5′ – 3′ yang berarti replikasi berjalan meninggalkan replication fork. Utas-utas pendek tersebut kemudian dihubungkan oleh enzim ligase DNA.  Dalam replikasi DNA terdapat utas DNA yang disintesis secara kontinu yang terjadi pada cetakan 5′ – 3′.  Utas DNA yang disintesis secara kontinu ini disebut utas utama atau leading strand.  Sedangkan utas DNA baru yang disintesis pendek-pendek seutas-demi seutas disebut utas lambat atau lagging strand.  Utas-utas pendek atau fragmen-fragmen pendek yang terbentuk disebut fragmen Okazaki.
Gambar : Garpu Replikasi/Growing Fork
Sintesis pada leading strand memerlukan molekul primer pada permulaan replikasi  Setelah replication fork terbentuk, polymerase akan bekerja secara kontinu sampai utas DNA baru selesai direplikasi.  Pada sintesis lagging strand, diperlukan enzim lain primase DNA.  Setelah utas DNA terbuka untuk melakukan replikasi, dan setelah terbuka pada lagging strand, utas harus dijaga agar tetap terbuka.  Jadi dalam proses replikasi DNA melibatkan beberapa protein baik berupa enzim maupun non-enzim yaitu :
1.    Polimerase DNA : enzim yang berfungsi mempolimerisasi nukleotida-nukleotida
2.    Ligase DNA : enzim yang berperan menyambung DNA utas lagging
3.    Primase DNA : enzim yang digunakan untuk memulai polimerisasi DNA pada lagging strand
4.    Helikase DNA : enzim yang berfungsi membuka jalinan DNA double heliks
5.    Single strand DNA-binding protein : mestabilkan DNA induk yang terbuka
Replication fork berasal dari struktur yang disebut replication bubble yaitu daerah menggelembung tempat pilinan DNA induk terpisah untuk berfungsi sebagi cetakan pada sintesis DNA.
2.5 Transkripsi 
Transkripsi DNA merupakan proses pembentukan RNA dari DNA sebagai cetakan. Proses transkripsi menghasilkan  mRNA, rRNA dan tRNA. Pembentukan RNA dilakukan oleh enzim RNA polymerase.  Proses transkripsi terdiri dari 3 tahap yaitu :
1.    Inisiasi : enzim RNA polymerase menyalin gen, sehingga pengikatan RNA polymerase terjadi pada tempat tertentu yaitu tepat didepan gen yang akan ditranskripsi.  Tempat pertemuan antara gen (DNA) dengan RNA polymerase disebut promoter.  Kemudian RNA polymerase membuka double heliks DNA.  Salah satu utas DNA berfungsi sebagai cetakan.
Nukleotida promoter pada eukariot adalah 5′-GNNCAATCT-3′ dan 5′- TATAAAT-3′.  Simbul N menunjukkan nukleotida (bisa berupa A, T, G, C).  Pada prokariot, urutan promotornya adalah 5′-TTGACA-3′ dan 5′-TATAAT-3′.
2.      Elongasi : Enzim RNA polymerase bergerak sepanjang molekul DNA, membuka double heliks dan merangkai ribonukleotida ke ujung 3′ dari RNA yang sedang tumbuh.
3.      Terminasi : terjadi pada tempat tertentu.  Proses terminasi transkripsi ditandai dengan terdisosiasinya enzim RNA polymerase dari DNA dan RNA dilepaskan.
Hasil transkripsi merupakan hasil yang memiliki intron (segmen DNA yang tidak menyandikan informasi biologi) dan harus dihilangkan, serta memiliki ekson yaitu ruas yang membawa informasi biologis. Intron dihilangkan melalui proses yang disebut splicing.  Proses splicing terjadi di nukleus.
Splicing dimulai dengan terjadinya pemutusan pada ujung 5′, selanjutnya ujung 5′ yang bebas menempelkan diri pada suatu tempat pada intron dan membentuk struktur seperti laso yang terjadi karena ikatan 5′-2′fosfodiester.  Selanjutnya tempat pemotongan pada ujung 3 terputus sehingga dua buah ekson menjadi bersatu.
rRNA dan tRNA merupakan hasil akhir dari proses transkripsi, sedangkan mRNA akan mengalami translasi.
tRNA adalah molekul adaptor yang membaca urutan nukleotida pada mRNA dan mengubahnya menjadi asam amino.  Struktur molekul tRNA adalah seperti daun semanggi yang terdiri dari 5 komponen yaitu
1.        Lengan aseptor: merupakan tempat menempelnya asam amino,
2.        Lengan D atau DHU: terdapat dihidrourasil pirimidin,
3.        Lengan antikodon: memiliki antikodon yang basanya komplementer dengan basa pada mRNA
4.        Lengan tambahan
5.        Lengan TUU: mengandung T, U dan C
2.6 Translasi
Bila dibandingkan dengan transkripsi, translasi merupakan proses yang lebih rumit karena melibatkan fungsi berbagai makromolekul. Oleh karena kebanyakan di antara makromolekul ini terdapat dalam jumlah besar di dalam sel, maka sistem translasi menjadi bagian utama mesin metabolisme pada tiap sel.
Pada prokariota yang terdiri dari satu ruang, proses transkripsi dan translasi terjadi bersama-sama.  Translasi merupakan proses penerjemahan kodon-kodon pada mRNA menjadi polipeptida. Dalam proses translasi, kode genetic merupakan aturan yang penting.  Dalam kode genetic, urutan nukleotida mRNA dibawa dalam gugus tiga – tiga.  Setiap gugus tiga disebut kodon.   Dalam translasi, kodon dikenali oleh lengan antikodon yang terdapat pada tRNA.
Mekanisme translasi adalah:
1.    Inisiasi.  Proses ini dimulai dari menempelnya ribosom sub unit kecil ke mRNA.  Penempelan terjadi pada tempat tertentu yaitu pada 5′-AGGAGGU-3′, sedang pada eukariot terjadi pada struktur tudung (7mGpppNpN).  Selanjutnya ribosom bergeser ke arah 3′ sampai bertemu dengan kodon AUG.  Kodon ini menjadi kodon awal.  Asam amino yang dibawa oleh tRNA awal adalah metionin.  Metionin adalah asam amino yang disandi oleh AUG.  pada bakteri, metionin diubah menjadi Nformil metionin.  Struktur gabungan antara mRNA, ribosom sub unit kecil dan tRNA-Nformil metionin disebut kompleks inisiasi.  Pada eukariot, kompleks inisiasi terbentuk dengan cara yang lebih rumit yang melibatkan banyak protein initiation factor.
2.    Elongation.  Tahap selanjutnya adalah penempelan sub unit besar pada sub unit kecil menghasilkan dua tempat yang terpisah .  Tempat pertama adalah tempat P (peptidil) yang ditempati oleh tRNA-Nformil metionin.   Tempat kedua adalah tempat A (aminoasil) yang terletak pada kodon ke dua dan kosong.  Proses elongasi terjadi saat tRNA dengan antikodon dan asam amino yang tepat masuk ke tempat A.  Akibatnya kedua tempat di ribosom terisi, lalu terjadi ikatan peptide antara kedua asam amino.  Ikatan tRNA dengan Nformil metionin lalu lepas, sehingga kedua asam amino yang berangkai berada pada tempat A.  Ribosom kemudian bergeser sehingga asam amino-asam amino-tRNA berada pada tempat P dan tempat A menjadi kosong.  Selanjutnya tRNA dengan antikodon yang tepat dengan kodon ketiga akan masuk ke tempat A, dan proses berlanjut seperti sebelumnya.
3.    Terminasi.  Proses translasi akan berhenti bila tempat A bertemu kodon akhir yaitu UAA, UAG, UGA.   Kodon-kodon ini tidak memiliki tRNA yang membawa antikodon yang sesuai.  Selanjutnya masuklah release factor (RF) ke tempat A dan melepaska rantai polipeptida yang terbentuk dari tRNA yang terakhir.  Kemudian ribosom berubah menjadi sub unit kecil dan besar.
2.7 Fungsi Materi Genetik
Setelah terbukti bahwa DNA merupakan materi genetik pada sebagian besar organisme, kita akan melihat fungsi yang harus dapat dilaksanakan oleh molekul tersebut sebagai materi genetik. Dalam beberapa dasawarsa pertama semenjak gen dikemukakan sebagai faktor yang diwariskan dari generasi ke generasi, sifat-sifat molekulernya baru sedikit sekali terungkap. Meskipun demikan, ketika itu telah disepakati bahwa gen sebagai materi genetik, yang sekarang ternyata adalah DNA, harus dapat menjalankan tiga fungsi pokok berikut ini.
  1. Materi genetik harus mampu menyimpan informasi genetik dan dengan tepat dapat meneruskan informasi tersebut dari tetua kepada keturunannya, dari generasi ke generasi. Fungsi ini merupakan fungsi genotipik, yang dilaksanakan melalui replikasi. Bagian setelah ini akan membahas replikasi DNA.
  2. Materi genetik harus mengatur perkembangan fenotipe organisme. Artinya, materi genetik harus mengarahkan pertumbuhan dan diferensiasi organisme mulai dari zigot hingga individu dewasa. Fungsi ini merupakan fungsi fenotipik, yang dilaksanakan melalui ekspresi gen.
  3. Materi genetik sewaktu-waktu harus dapat mengalami perubahan sehingga organisme yang bersangkutan akan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berubah. Tanpa perubahan semacam ini, evolusi tidak akan pernah berlangsung. Fungsi ini merupakan fungsi evolusioner, yang dilaksanakan melalui peristiwa mutasi.
2.8 Kode Genetik
Kode genetik mempunyai sifat-sifat yang akan dijelaskan sebagai berikut.
1.         Kode genetik bersifat universal. Artinya, kode genetik berlaku sama hampir di setiap spesies organisme.
2.         Kode genetik bersifat degenerate atau redundant, yaitu bahwa satu macam asam amino dapat disandi oleh lebih dari satu triplet kodon. Sebagai contoh, treonin dapat disandi oleh ACU, ACC, ACA, dan ACG. Sifat ini erat kaitannya dengan sifat wobble basa ketiga, yang artinya bahwa basa ketiga dapat berubah-ubah tanpa selalu disertai perubahan macam asam amino yang disandinya. Diketahuinya sifat wobblebermula dari penemuan basa inosin (I) sebagai basa pertama pada antikodon tRNAala ragi, yang ternyata dapat berpasangan dengan basa A, U, atau pun C. Dengan demikian, satu antikodon pada tRNA dapat mengenali lebih dari satu macam kodon pada mRNA.
3.         Oleh karena tiap kodon terdiri atas tiga buah basa, maka tiap urutan basa mRNA, atau berarti juga DNA, mempunyai tiga rangka baca yang berbeda (open reading frame). Di samping itu, di dalam suatu segmen tertentu pada DNA dapat terjadi transkripsi dan translasi urutan basa dengan panjang yang berbeda. Dengan perkataan lain, suatu segmen DNA dapat terdiri atas lebih dari sebuah gen yang salingtumpang tindih (overlapping).
Ala: Alanine 
Cys: Cysteine 
Asp: Aspartic acid 
Glu: Glutamic acid
Phe: Phenylalanine 
Gly: Glycine
His: Histidine 
Ile: Isoleucine 
Lys: Lysine
Leu: Leucine 
Met: Methionine
Asn: Asparagine
Pro: Proline
Gln: Glutamine
Arg: Arginine
Ser: Serine
Thr: Threonine
Val: Valine
Trp: Tryptophane
Tyr: Tyrosisne
Keterangan Gambar :
2.9 Pengaturan Ekspresi Gen
Pengaturan ekspresi gen dapat terjadi pada berbagai tahap, misalnya transkripsi, prosesing mRNA, atau translasi. Namun, sejumlah data hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan ekspresi gen, khususnya pada prokariot, paling banyak terjadi pada tahap transkripsi.
Mekanisme pengaturan transkripsi, baik pada prokariot maupun pada eukariot, secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kategori utama, yaitu (1) mekanisme yang melibatkanpenyalapadaman (turn on and turn off) ekspresi gen sebagai respon terhadap perubahan kondisi lingkungan dan (2) sirkit ekspresi gen yang telah terprogram (preprogramed circuits). Mekanisme penyalapadaman sangat penting bagi mikroorganisme untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang seringkali terjadi secara tiba-tiba. Sebaliknya, bagi eukariot mekanisme ini nampaknya tidak terlalu penting karena pada organisme ini sel justru cenderung merespon sinyal-sinyal yang datang dari dalam tubuh, dan di sisi lain, sistem sirkulasi akan menjadi penyangga bagi sel terhadap perubahan kondisi lingkungan yang mendadak tersebut. Pada mekanisme sirkit, produk suatu gen akan menekan transkripsi gen itu sendiri dan sekaligus memacu transkripsi gen kedua, produk gen kedua akan menekan transkripsi gen kedua dan memacu transkripsi gen ketiga, demikian seterusnya. Ekspresi gen yang berurutan ini telah terprogram secara genetik sehingga gen-gen tersebut tidak akan dapat diekspresikan di luar urutan. Oleh karena urutan ekspresinya berupa sirkit, maka mekanisme tersebut dinamakan sirkit ekspresi gen.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1.      Materi genetik adalah Gen yang merupakan sepotong DNA yang membawa informasi suatu sifat dan gen tersebut terdapat di dalam kromosom
2.      Fungsi dari materi genetik ini adalah sebagai berikut :
·      harus mampu menyimpan informasi genetik dan dengan tepat dapat meneruskan informasi tersebut dari tetua kepada keturunannya, dari generasi ke generasi.
·      harus mengatur perkembangan fenotipe organisme. Artinya, materi genetik harus mengarahkan pertumbuhan dan diferensiasi organisme mulai dari zigot hingga individu dewasa.
·      harus dapat mengalami perubahan sehingga organisme yang bersangkutan akan mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang berubah.
3.      Kode genetik bersifat universal. Artinya, kode genetik berlaku sama hampir di setiap spesies organisme.
4.      Kode genetik bersifat degenerate atau redundant, yaitu bahwa satu macam asam amino dapat disandi oleh lebih dari satu triplet kodon.
5.      Peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik; artinya, DNA menyimpan cetak biru bagi segala aktivitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap organisme.