Tidak Sekedar Lulus Ujian

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh mengatakan, ujian nasional (UN) jangan sekadar dimaknai mencapai tujuan kelulusan. Ia menekankan, ada tujuan yang lebih penting, yakni sebagai media membangun karakter siswa, terutama kejujuran.
"Bicara UN bukan sekadar kelulusan, namun ada penanaman kejujuran di kalangan siswa. Itu sebabnya mekanisme pelaksanaan UN tahun (2012) ini lebih dipersulit untuk mengantisipasi kecurangan," kata Nuh di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (15/2/2012) malam.
Hal itu disampaikannya usai rapat koordinasi terpadu bertema "Penguatan Pelaksanaan Penjaminan Mutu Pendidikan dan Deklarasi Ujian Nasional (UN) Jujur Berprestasi, dan Pendidikan Antikorupsi" di Gedung Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Tengah.
Nuh menjelaskan, mekanisme pelaksanaan UN sudah diatur sedemikian rupa. Di antaranya, paket soal yang disediakan dalam lima tipe berbeda, setiap ruang ujian dibatasi maksimal 20 orang, dan proses pembagian soal dilakukan secara acak. "Ini memang menyulitkan peserta UN untuk mencontoh, mencontek, dan berbagai perbuatan tidak jujur lainnya. Setiap peserta mendapat tipe soal yang berbeda setiap harinya. Kalau memang mau mencontek temannya tidak bisa karena tipe soalnya beda," katanya. Sementara, untuk mengantisipasi adanya isu bocoran jawaban soal UN, siswa peserta UN akan kesulitan jika mengandalkan bocoran. Setiap harinya mereka mengerjakan tipe soal yang belum tentu sama dan mereka tidak bisa menebak tipe soal yang akan diterima.
Ia menilai, komitmen untuk menyelenggarakan UN secara jujur perlu diwujudkan, sebab UN juga menjadi media membangun karakter kejujuran di kalangan siswa. "Kalau dari masa sekolah sudah terbiasa mencontek, mencontoh, dan perbuatan tidak jujur lain, nanti setelah jadi besar dan jadi pejabat akan berbuat korup. Perbuatan tidak jujur didorong oleh satu tujuan, termasuk berbuat mencontek saat UN karena didorong tujuan ingin lulus," papar Nuh. Saat ditanya mengenai target kelulusan siswa pada tahun ini, Nuh mengaku tak memasang target. Seluruhnya diserahkan kepada masing-masing daerah sepanjang menaati aturan yang berlaku dan menjamin pelaksanaan UN secara bersih dan jujur. Jika pada pelaksanaannya ditemukan kecurangan, ada sanksi yang akan diberikan. Siswa yang terbukti curang dalam UN satu mata pelajaran akan dianggap gugur atau bernilai nol.
Nuh menambahkan, kejujuran dalam pelaksanaan UN sebenarnya berkaitan pula dengan upaya menumbuhkan kepercayaan perguruan tinggi untuk menjadikan UN sebagai "tiket masuk" sehingga jenjang pendidikan mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi bisa terintegrasi baik. "Kami mengupayakan ke depannya agar UN bisa menjadi ’paspor’ masuk perguruan tinggi sehingga tidak perlu lagi ada seleksi masuk perguruan tinggi. Setidaknya dalam waktu dua-tiga tahun ke depan, kami terus dorong," kata Nuh. (KOMPAS.com)