MURIDKU YANG SUKSES

Mayang Santosa
Author: Danny Richard Editor: Laksono Hari W Dibaca: 382
15/Juni/2011 | 14:52 WIB

KOMPAS.com/DANNY RICHARD TAMPUBOLON
Mayang, lulusan SMA Gonzaga, Jakarta Selatan, meraih beasiswa ke Jerman dalam seleksi Studienkolleg Indonesia.
SERPONG, KOMPAS.com - Di antara 22 siswa-siswi yang berangkat ke Jerman melalui seleksi Studienkolleg Indonesia, hanya ada satu pelajar yang menerima beasiswa. Dia adalah Mayang, siswi alumni IPA SMA Gonzaga, Pejaten, Jakarta Selatan. Ia akan melanjutkan pendidikan di bidang kedokteran di salah satu universitas di Jerman.
"Perasaannya saya senang banget bisa berangkat melanjutkan kuliah kedokteran ke Jerman. Terima kasih untuk Studienkolleg, DAAD, Kedutaan Besar Jerman, dan juga Deutsche Internationale Schule BSD City," ujar Mayang seusai acara penerimaan beasiswa dari Studienkolleg, Selasa (14/6/2011) di aula DIS BSD City.
Baginya, pergi kuliah ke Jerman adalah mimpi yang menjadi kenyataan dan sudah diimpikannya sejak 3 tahun silam. "Saya sejak 3 tahun lalu memang sudah sudah sangat ingin ke Jerman, makanya saya belajar Bahasa Jerman sejak 3 tahun lalu," katanya.
Bagaimana ceritanya hingga Mayang bisa mendapatkan beasiswa kuliah ke Jerman dari Studienkolleg? "Ya, sering-sering aja menggali info soal scholarship di Studienkolleg atau di DAAD. Sering mengirimkan aplikasi dan formulir-formulir scholarship saja," jelasnya.
Setelah rajin mengirimkan formulir, tibalah saatnya Mayang diberikan rangkaian tes wawancara bersama Studienkolleg, yang bekerja sama dengan Studienkolleg Niedersachsen Universitas Hannover, Jerman. Rangkaian ujian masuk dan wawancara telah dilewatinya dan sudah mendapat pengakuan dari lembaga Jerman di Indonesia, mulai dari Studienkolleg Indonesia, Yayasan Indonesia-Jerman, DAAD, Kedutaan Besar Jerman, hingga DIS.
Selain syarat bahasa, prestasi akademik juga menjadi syarat penting untuk mendapat beasiswa tersebut. "Ya, prestasinya harus di atas rata-rata karena itu juga dilihat oleh Studienkolleg maupun universitas nanti di Jerman," tuturnya.
Modal penting lainnya adalah penguasaan bahasa Jerman. Ini mutlak dimiliki oleh calon siswa karena tidak semua universitas di Jerman memakai bahasa pengantar kuliah bahasa Inggris. Beberapa universitas Jerman tetap menggunakan bahasa Jerman sebagai bahasa pengantar.
Mayang sendiri sudah mahir berbahasa Jerman. Paling tidak, ia sudah memenuhi syarat mutlak kemampuan Bahasa Jerman untuk bisa dikirim dan berkuliah di Jerman sana. "Ich bin Mayang, danke schoen," begitu katanya memperkenalkan diri.
Rencananya, Mayang akan menghabiskan waktu selama 6 tahun ke depan di Jerman untuk pendidikan kedokteran sekaligus spesialisasinya. Enggak kangen dengan Jakarta? "Kan boleh pulang ke Jakarta, paling tidak setahun sekali di musim winter," kata kelahiran 16 Februari 1993 itu.
Di sela-sela waktu luangnya nanti, Mayang sudah menyiapkan kegiatan khusus, yaitu memainkan jemarinya di atas kibor piano. Ia sendiri sudah beberapa kali menunjukkan kepiawaiannya bermain piano dalam beberapa pertunjukan. Di Jerman nanti, ia pun akan tetap mengasah bakatnya bermain piano di sela-sela waktu luangnya atau jika ada gathering pelajar Indonesia di Jerman, ia akan siap memainkan jemarinya di atas tuts piano.