TUJUAN HIDUPKU

Andy sekarang ini sudah menjadi mahasiswa perguruan tinggi swasta tahun II. Meskipun sudah dua tahun dia kuliah dan ikut bermacam-macam kegiatan, ia masih sering bingung. Waktu ditanya oleh temannya, “Kalau nanti lulus, mau menjadi apa dan mau kerja apa?” ia bingung. Yang keluar dari mulutnya adalah “Aku tidak tahu, sebenarnya aku mau jadi apa!” “Tetapi, mengapa kamu kuliah di fakultas ekonomi kalau tidak tahu nanti akan bekerja apa dan menjadi apa?” desak temannya. “Aku hanya ikut temanku sejak SMA dulu yang juga masuk ke fakultas ekonomi!” demikian ia menjawab.

Ternyata bukan hanya Andy yang masih bingung dengan tujuan hidupnya, Jeane merasakan hal yang sama. Jeane masih sekolah di SMA favorit di Jakarta. Seperti orang muda yang lain, ia sangat energik; temannya banyak karena memang ia mudah bergaul. Pada saat ada acara camping bersama teman-temannya di daerah Puncak, ia bingung juga waktu ditanya oleh temannya tentang masa depannya. “Ya, kalau terserah nanti saja, apa jadinya,” demikian jawabnya. Temannya mendesak, “Kalau tidak dipikirkan dari sekarang, nanti kamu akan salah pilih waktu kuliah, dan rugi uang dong!” “Habis gimana ya, gak jelas yang menonjol mau jadi apa sih! Jadi pramugari udara juga boleh, jadi dosen juga boleh, jadi pedagang juga boleh, jadi pegawai negeri juga boleh! Habis kan semuanya belum jelas!” demikian ia menegaskan pada temannya. “Gimana kalau kamu jadi pelacur elite, uangnya banyak?” desak temannya. “Yaa, gak mau, nanti malah sakit AIDS!” tegasnya.

Sinta, seorang mahasiswi yang sedang kuliah kedokteran, tampaknya yang agak jelas mempunya tujuan hidupnya. Sejak sekolah di SMA, ia telah memilih untuk masuk jurusan IPA. Selama di SMA, ia punya cita-cita untuk menjadi seorang dokter yang dapat menolong orang-orang sakit. Bila ditanya mengapa ia memilih menjadi dokter untuk tujuan hidupnya, ia menjawab, “Aku ingin hidup untuk membantu orang lain agar menjadi sehat. Maka, aku ingin menjadi dokter yang dapat membantu kesembuhan orang lain.” “Tapi nanti setelah jadi dokter, kamu hanya cari untuk dengan menarik biaya tinggi dari pasien yang sakit?” desak temannya. “Ah, tidak; aku mau menjadi dokter yang memperhatikan orang lain, bukan yang mematikan pasien dengan bayaran tinggi!” demikian ia menegaskan.

Ketiga teman tadi: Andy, Jeane, dan Sinta, ternyata mempunya pandangan yang berbeda-beda tentang hari depannya. Meskipun sudah kuliah, Andy ternyata masih bingung dengan tujuan hidupnya mau menjadi apa. Ia masuk jurusan ekonomi karena ikut-ikutan temannya saja. Jeane belum mempunyai tujuan jelas, apa-apa boleh. Namun yang menarik, Jeane mempunyai catatan untuk masa depannya, yaitu ia tidak mau menjadi pelacur. Tampaknya ia mau menjadi apa pun, tetapi bukan yang “jahat”. Sedangkan Sinta cukup jelas dengan tujuan hidupnya, yaitu mau menjadi dokter, dan bukn sembarang dokter, melainkan dokter yang peka terhadap situasi dan kebutuhan pasiennya.

Bagaimana dengan kita sendiri? Apa yang menjadi tujuan hidup kita? Kita di masa depan ingin menjadi apa, ingin bekerja sebagai apa? Mengapa tujuan itu kita pilih? Apa yang menjadi alasan untuk pilihan itu semua?

Situasi negara Indonesia saat ini memang sedang tidak stabil, pengaruh globalisasi yang kuat sangat terasa. Dengan globalisasi, yang mencolok adalah masuknya pasar bebas sehingga banyak orang asing dapat bekerja di Indonesia dan membuka pasar dan usaha di sini. Dengan demikian, hasil produk Indonesia yang tidak kuat akan kalah saingan. Ini berarti bahwa bila pendidikan dan mutu hidup kita tidak cukup tinggi bersaing dengan mereka, kita akan sulit juga mendapatkan pekerjaan yang kita inginkan di masa depan.

Untuk mempersiapkan masa depan kita dengan baik, kita memang perlu melihat apa yang menjadi tujuan hidup kita. Bila kita tidak tahu kita ingin hidup menjadi apa, kita tidak dapat mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin. Dengan demikian, hasilnya juga tidak akan optimal.

Secara umum tujuan hidup dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka pendek, misalnya: ingin bekerja sebagai guru di sekolah menengah, ingin menjadi dokter, ingin menjadi istri pejabat tinggi, ingin menjadi suster, ingin menjadi pekerja sosial, atau pastor, dan lain-lain. Pekerjaan-pekerjaan atau fungsi di atas dianggap sebagai tujuan jangka pendek karena di balik itu kita masih dapat bertanya, “Untuk apa menjadi seperti itu?” Dengan kata lain, masih ada tujuan yang lebih mendalam, yang dapat, disebut sebagai tujuan pertama, tujuan jangka panjang.

St. Ignatius, dalam Latihan Rohani, memberikan gambaran tentang tujuan yang mendalam itu. Bagi dia, tujuan hidup adalah untuk “mengabdi, menghormati, memuji Tuhan; dan dengan itu dia diselamatkan”. Jadi tujuan hidupnya adalah untuk mendapatkan keselamatan dari Allah; dan itu dilakukan dengan cara memuji, mengabdi, dan menghormati Allah. Ignatius, sewaktu muda, adalah seorang tentara, yang punya cita-cita tinggi, yaitu ingin menjadi menantu raja. Ia mati-matian berusaha menjadi seorang tentara yang baik dan setia kepada raja. Dalam perjalanan hidupnya, sewaktu ia dalam tugas berperang, ia mengalami cedera, kakinya patah. Jelas ia tidak dapat meneruskan kariernya sebagai militer lagi. Dalam permenungan waktu sakit itulah, ia mengubah arah hidupnya. Cita-citanya bukan lagi untuk menjadi menantu raja, atau suami putri raja, melainkan mau menjadi ksatria Yesus, yang berjuang bagi keluhuran Tuhan. Tadinya ia mau mencari nama harum, kehormatan dan kemasyhuran duniawi, tetapi lalu berubah mencari keluhuran rohani, yaitu demi Tuhan. Ia menyerahkan seluruh hidupnya untuk kemuliaan Tuhan.

Apakah dalam hati kita ada sesuatu yang bernyala dan menggerakkan hidup kita untuk dihidupi kemudian hari? Apakah kita mempunyai cita-cita yang sungguh menarik untuk diperjuangkan di masa depan? Cita-cita apa itu?

Barangkali kita belum mempunyai cita-cita yang jelas, itu tidak menjadi soal. Marilah kita mulai untuk sebentar berpikir dan hening sambil bertanya di dalam lubuk hati kita yang terdalam: ada gerakan apa untuk masa depan? Untuk membantu menemukan tujuan hidup atau cita-cita hidup, beberapa hal berikut dapat membantu, antara lain:

  • Lihatlah bakat, kekuatan, kesenangan, kelemahan, dan pengalaman hidup kita yang mengesan.
  • Lihatlah pekerjaan-pekerjaan dan profesi dalam masyarakat yang menarik hati dan menggerakkan sesuatu dalam batin kita.
  • Lihatlah situasi masyakarat di sekitar kita, di negara ini: apakah ada kebutuhan-kebutuhan yang sangat dominan diharapkan oleh masyarakat dan belum banyak orang melakukannya?
  • Lihatlah apa yang dibuat oleh orang-orang yang dekat dengan kita: apakah ada yang sungguh menggembirakan dan mengembangkan hidup mereka?
  • Bila kita menemukan suatu tujuan hidup untuk masa depan, misalnya untuk menjadi guru, dokter, atau pekerja sosial, cobalah kita diam sejenak, dan bertanya: apakah pekerjaan itu sungguh baik bagi kita? Apakah pekerjaan itu sungguh akan memberikan kebahagiaan bagi hidup kita? Apakah pekerjaan itu akan membuat kita berjasa bagi kehidupan banyak orang?

Yang menarik dalam pengalaman hidup banyak orang adalah bahwa tujuan atau cita-cita kedua ini sering tidak dapat dicapai. Banyak orang ingin menjadi dokter, tetapi karena tidak ada dana, atau juga kemampuannya terbatas, lalu tidak jadi. Beberapa orang ingin menjadi olahragawan profesional, tetapi di tengah jalan mengalami kecelakaan fisik dan tidak dapat melanjutkan cita-citanya. Situasi masyarakat serta negara Indonesia yang sekarang ini memungkinkan banyak kendala bagi cita-cita kita yang sungguh terpuji.

Dalam situasi seperti itu, kita diharapkan dengan gembira melihat kembali cita-cita tersebut, dan berpikir bagaimana kita dapat mengubah cita-cita kita, namun tetap dalam rangka cita-cita utama, yaitu kebahagiaan hidup dan kedamaiaan hidup bersama Tuhan yang kita ikuti. Barangkali kita perlu melihat bahwa kendala yang besar itu mungkin menjadi cara Tuhan untuk menunjukkan jalan kepada kita bahwa kita harus mengubah jalan hidup ini. Apalagi kita perlu melihat dengan cermat bahwa cita-cita yang terlaksana pun sering tidak dapat dihayati sampai mati karena kita harus pensiun. Itu berarti bahwa setelah pensiun harus memikirkan cita-cita baru dalam hidup kita. Di sinilah, dibutuhkan keterbukaan terhadap sesuatu yang baru, dibutuhkan keterbukaan sikap untuk terus mau berubah.

Sudahkan kita tergerak untuk menentukan arah hidup, tujuan, dan cita-cita hidup kita? Bila sudah, bersyukurlah kepada Tuhan; bila belum, carilah waktu sejenak untuk berpikir tentang hal itu. Selamat menemukan cita-cita hidup!

Pertanyaan refleksi pribadi:

  1. Apakah Anda sudah mempunyai cita-cita dalam hidup Anda? Apa itu?
  2. Apakah cita-cita itu akan membahagiakan dan memajukan hidup Anda sebagai pribadi manusia?
  3. Apakah cita-cita itu akan punya dampak bagi keselamatan orang lain?
  4. Apakah cita-cita itu cukup realistik bagi Anda? Apakah cita-cita itu dapat digapai?

(Dikutip dari buku "Orang Muda Mencari Jati Diri di Zaman Modern" Paul Suparno, SJ)